Monday, December 17, 2012

Bentuk dan Peran Lembaga Keuangan Mikro

By
LKM di Indonesia amat beraneka ragam dan umumnya beroperasi di pedesaan.Menurut Wijono (2005) seperti yang dikutip oleh Ashari (2006: 148) membagi LKM menjadi tiga bentuk, yaitu:
  1. Lembaga formal seperti bank desa dan koperasi, 
  2. Lembaga semi formal misalnya organisasi nonpemerintah, dan 
  3. Sumber-sumber informal, misalnya pelepas uang.
Sedangkan menurut Usman, Suharyo, Sulaksono, Mawardi, Toyamah, dan Akhmadi (2004) sebagaimana dikutip oleh Ashari (2006: 148) membagi LKM di Indonesia menjadi 4 golongan besar, yaitu:
  1. LKM formal, baik bank maupun nonbank; 
  2. LKM non formal, baik berbadan hukum ataupun tidak; 
  3. LKM yang dibentuk melalui program pemerintah; 
  4. LKM informal seperti rentenir ataupun arisan.
Sementara itu, Soetanto Hadinoto (2005: 71), mengemukakan bahwa:
Secara umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari bank dan nonbank. LKM formal bank diantaranya Badan Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BNI, mandiri unit mikro, Danamon Simpan Pinjam (DSP), dan BRI Unit. Sementara LKM formal nonbank mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), koperasi (Koperasi Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit Desa/KUD), dan pegadaian.Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, disimpulkan bahwa bentuk LKM dibedakan menjadi dua, yaitu formal dan informal. Perbedaan mendasar kedua LKM tersebut karena LKM formal memiliki badan hukum, sementara LKM informal berasal dari pribadi atau kelompok yang tidak berbadan hukum. LKM formal terdiri dari bank yaitu BPR dan bank-bank konvesional yang khusus menangani kredit usaha seperti Mandiri Unit Mikro, Danamon Simpan Pinjam, BRI unit, dan lain-lain, serta bukan bank seperti koperasi. Sedangkan LKM informal diantaranya adalah LSM, rentenir, dan arisan.

Keberadaan LKM menjadi faktor kritikal dalam  usaha penanggulangan kemiskinan yang efektif. Menurut Krishnamurti (2003) sebagaimana dikutip oleh Ashari (2006: 153) menyebutkan peningkatan akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi yang efisien dapat membangun keberdayaan kelompok miskin dan peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan, melalui:
  1. Tingkat konsumsi yang  lebih pasti dan tidak  befluktuasi 
  2. Mengelola risiko dengan lebih baik 
  3. Secara  bertahap memiliki kesempatanuntuk membangun aset 
  4. Mengembangkan  kegiatan usaha mikronya
  5. Menguatkan kapasitas perolehan pendapatannya 
  6. Dapat merasakan tingkathidup yang lebih baik.
Tanpa akses yang cukup pada LKM, hampir seluruh rumah tangga miskin akan  bergantung pada kemampuan  pembiayaannya sendiri yang sangat terbatas atau pada lembaga keuangan informal seperti rentenir, tengkulak atau pelepas uang. Kondisi ini akan membatasi kemampuan kelompok miskin berpartisipasi dan mendapat manfaat dari peluang pembangunan. Kelompok miskin yang umumnya tinggal di pedesaan dan berusaha di sektor pertanian justru seharusnya lebih diberdayakan agar mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.

Ashari (2006: 152) menyatakan bahwa “Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat besar.” Setidaknya ada lima alasan untuk mendukunga rgumen  tersebut, yaitu:
  1. LKM umumnya berada atau minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pelaku ekonomi di desa. 
  2. Masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak  prosedur. 
  3. Karakteristik umumnya membutuhkan platfond kredit yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan  finansial LKM. 
  4. Dekatnya lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usahatani sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah.
  5. Adanya keterkaitan socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal- emosional diharapkan dapat mengurangi sifat moral hazard dalam  pengembalian kredit.
Jadi, peran LKM yang didukung dengan kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan membantu keberdayaan kelompok miskin terutama untuk meningkatkan produktivitasnya melalui usaha kecil yang mereka jalankan agar tidak terus menerus bergantung pada kemampuan orang lain atau dirinya sendiri yang amat terbatas serta  dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment