Thursday, January 31, 2013

Pengertian dan Model Perilaku Konsumen

By With No comments:
Studi mengenai perilaku konsumen adalah sangat penting dalam menjalankan konsep pemasaran suatu perusahaan. Tanpa adanya suatu pemahaman dan pengertian tentang konsumen sasaran, suatu perusahaan tidak dapat dikatakan telah menjadikan konsep pemasaran sebagai pedoman walaupun perusahaan tersebut telah menjalankan fungsi pemasarannya dengan baik.

Untuk mengetahui dengan jelas perilaku konsumen ini, seorang pemasar harus melakukan penelitian sebagai langkah awal untuk mengetahui motivasi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.

Menurut Ujang Sumarwan (2003:26) mengatakan bahwa “Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan mengevaluasi”.

Sedangkan John C Mowen (2002: 6) mendefinisikan  bahwa ”Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pengembangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa perilaku konsumen merupakan semua tindakan dari konsumen dalam mendapatkan produk yang diinginkannya, diawali dari sebelum membeli sampai dengan evaluasi produk yang digunakan.

Alasan   mengapa   seseorang  membeli jasa  tertentu   atau  membeli   pada perusahaan jasa tertentu merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan atau organisasi jasa dalam menentukan desain produk jasa, saluran distribusi, harga, dan program promosi yang efektif dan beberapa aspek lain dari program pemasaran perusahaan atau organisasi jasa tersebut.

Perilaku konsumen jasa tidak berbeda dengan perilaku konsumen barang karena pembeli atau pengguna barang dan jasa hanya merupakan suatu sasaran untuk memenuhi kebutuhan. Teori yang mempelajari tentang berbagai faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli barang atau jasa inilah yang disebut sebagai model perilaku konsumen.

Assael dalam Sudarmiatin (2009) berpendapat bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan pembelian yaitu konsumen individu, lingkungan dan penerapan strategi pemasaran. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Tahap-tahap Keputusan Pembelian

By With No comments:
Tahap-tahap Keputusan Pembelian menurut Philip Kotler dan Gary Amstrong (2006: 179) adalah sebagai berikut :

1. Pengenalan Kebutuhan
Di sini pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu oleh rangsangan internal (dari dalam diri) dan rangsangan eksternal (lingkungan).

Pada tahap ini pemasar perlu mengenal berbagai hal yang dapat menggerakkan kebutuhan atau minat tertentu  konsumen. Para pemasar perlu meneliti konsumen untuk memperoleh jawaban apakah kebutuhan yang dirasakan atau masalah yang timbul, apa yang menyebabkan semua itu muncul dan bagaimana kebutuhan atau masalah itu menyebabkan seseorang mencari produk tersebut.

2. Pencarian Informasi
Seorang konsumen yang sudah tertarik mungkin mencari informasi lebih banyak informasi, tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut.

Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber yaitu :
  • Sumber pribadi : keluarga, teman dan tetangga.
  • Sumber komersial : iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan. 
  • Sumber publik : media massa, organisasi penilai konsumen. 
  • Sumber pengalaman : penanganan, pemeriksaan, menggunakan produk.

Dalam hal ini perusahaan harus merancang bauran pemasannya untuk membuat calon pembeli menyadari dan mengetahui merknya. Perusahaan harus cermat mengenali sumber informasi konsumen dan arti penting dari setiap sumber.

3. Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini konsumen dihadapkan pada beberapa pilihan produk yang akan dibelinya. Untuk itu konsumen melakukan evaluasi terhadap barang mana yang benar-benar paling cocok untuk dibeli sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik.

Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan pembeli.

4. Keputusan Membeli
Keputusan membeli merupakan tahap dari proses keputusan membeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Pada umumnya, keputusan membeli yang dilakukan konsumen adalah membeli poduk yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli yaitu sikap orang lain dan situasi yang tidak diharapkan. Konsumen umumnya membentuk niat membeli berdasarkan pada faktor pendapatan, harga dan manfaat produk, akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan bisa mengubah niat pembelian. Jadi pilihan dan niat untuk membeli tidak selalu berakhir pada keputusan membeli barang yang sudah dipilih.

5. Tingkah Laku Pasca Pembelian
Setelah membeli poduk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas terhadap barang yang dibeli. Pembeli akan menentukan puas atau tidak itu terletak pada hubungan antara harapan konsumen dan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen akan merasa tidak puas. Kegiatan pemasar terus berlanjut dalam menanggapi kepuasan dan ketidakpuasan ini agar daur hidup produknya tidak menurun.

Dalam suatu pembelian produk, keputusan yang harus diambil tidak selalu berurutan seperti di atas. Pada situasi pembelian seperti penyelesaian ekstensif, keputusan yang diambil dapat bermula dari penjual, karena penjual dapat membantu merumuskan perbedaan dengan toko yang lain melalui pembentukan  citra toko yang positif. Dengan citra yang baik yang ditampilkan toko di mata masyarakat, khususnya konsumen akan terciptalah kesan bahwa perusahaan itu benar-benar memiliki kualitas yang dapat dipercaya.

Apabila digambarkan dalam bentuk bagan Tahap-tahap Keputusan Pembelian adalah sebagai berikut:

Monday, January 28, 2013

Sikap Konsumen

By With No comments:
Pengertian Sikap Konsumen
Sikap adalah sesuatu hal yang menentukan sikap sifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan dating. Tiap sikap mempunyai tiga aspek yaitu (Ahmadi, 2002: 162):
a. Aspek Kognitif
Yaitu yang berhubungan dengan gejala  mengenal fikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman  dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang  obyek  atau kelompok obyek tertentu.

b. Aspek Afektik
Berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati antipati dan sebagainya yang ditujukan kepada obyek-obyek tertentu.

c. Aspek Konatif
Berwujud proses tendensi/ kecenderungan  untuk berbuat sesuatu objek.

Sikap adalah  evaluasi, perasaan dan  kecenderungan seseorang  yang relatif konsisten  terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam satu pikiran  menyukai atau tidak menyukasi sesuatu , bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu (Kothler dan Amstrong, 1995: 246).

Sikap itu sulit berubah. Sikap orang cocok dengan pola dan mengubah sikap seseorang mungkin memerlukan penyesuaian yang sulit dalam banyak hal yang lain. Jadi biasanya perusahaan  mencoba untuk mencocokkan produknya dengan mengubah sikap itu.

Sikap menjelaskan evaluasi kognitif, perasaan emosional dan kecenderungan tindakan seseorang yang suka atau tidak suka terhadap  obyek atau ide tertentu. Orang memiliki sikap terhadap hamper semua hal: agama, politik, pakaian, musik, makanan dan sebagainya. Sikap menempatkan seseorang kedalam  kedalam kerangka pikiran tentang menyukasi atau tidak menyukai  suatu obyek (Philip Kothler, 2000: 245).

Pengukuran Sikap Konsumen
Sikap adalah  evaluasi, perasaan dan  kecenderungan seseorang  yang relatif konsisten  terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang kedalam satu pikiran  menyukai atau tidak menyukasi sesuatu , bergerak mendekati atau menjauhi sesuatu (Kothler dan Amstrong, 1995:  246).

Indikator sikap konsumen menurut (Kothler dan Amstrong, 1995: 246) adalah:
  1. Cognitive component: kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang objek. Yang dimaksud obyek adalah atribut produk.
  2.  Affective component: emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu obyek, apakah obyek tersebut diinginkan atau disukai. 
  3. Behavioral component: merefleksikan kecenderungan dan perilaku actual terhadap suatu obyek, yang mana komponen ini menunjukkan kecenderungan melakukan tindakan.

Sunday, January 27, 2013

Mengembangkan Instrumen Penilaian (Developing Assessment Instruments)

By With No comments:
Pendahuluan
Konsep baru dalam penilaian yang berpusat pada siswa (learner centered assessment) telah masuk dalam pembelajaran untuk siswa. Penilaian yang berpusat pada siswa (learner centered assessment) merupakan bagian dari fungsi pembelajaran, di mana siswa sendiri yang bertanggung jawab terhadap kemampuan yang dimilikinya.

Definisi penilaian yang berpusat pada siswa sama dengan tes acuan patokan (criterion-referenced-testing), yang merupakan sebuah elemen pusat dari sistematika desain pembelajaran. Penilaian acuan patokan (criterion-referenced-assessment) sangat penting untuk mengevaluasi antara kemajuan siswa dengan kualitas pembelajaran. Hasil dari penilaian acuan patokan adalah mengidentifikasi sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Penilaian acuan patokan terdiri dari item atau indikator yang langsung mengukur kemampuan siswa yang digambarkan dalam satu atau lebih indikator.

Pembahasan
1. Empat Tipe dan Penggunaan Tes Penilaian Acuan Patokan
Terdapat empat tipe tes yang menjadi basis bagi guru atau yang mendesain pembelajaran, yaitu:
a. Tes Kemampuan awal
Tes acuan patokan yang digunakan untuk tes kemampuan awal siswa adalah untuk mengetahui seberapa siap siswa sebelum memulai pembelajaran.

b. Pretes
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Biasanya pretes dan tes perilaku masukkan dijadikan satu. Hasil dari tes perilaku masukkan dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pembelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretes desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan menjadi terlalu mudah untuk pembelajar.

c. Tes Praktek
Tujuan tes ini adalah untuk membuat siswa lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pembelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level beberapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan dari pada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor pembelajaran.

d. Postes
Tes ini paralel dengan pretes. Postes harus menilai semua obyektif dan terutama fokus pada obyektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan. Postes digunakan untuk menilai performance siswa untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program.
Tujuan yang terutama dari tes adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pembelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana yang tidak dimengerti oleh siswa.

2. Mendesain Tes
Tingkat berpikir yang digunakan dalam mengerjakan tes harus mencakup mulai yang rendah sampai yang tinggi, dengan proporsi yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Namun sebaiknya juga harus memperhatikan kerakteristik mata pelajaran.

Bentuk tes yang dapat digunakan adalah tes obyektif dan tes non-obyektif. Tes obyektif adalah tes yang sistem penskorannya obyektif, sedang tes non-obyektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subyektifitas pemberi skor. Ada beberapa bentuk soal yang dapat digunakan dalam tes, yaitu pilihan ganda, uraian, obyektif, uraian non-obyektif, jawaban singkat, menjodohkan, performans, dan portofolio.

3. Menentukan Tingkat Ketuntasan
Untuk masing-masing indikator harus dituliskan tingkat spesifik kriteria yang menunjukkan siswa telah mencapai suatu kompetensi tertentu berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Intisari dari tingkat ketuntasan menunjukkan penguasaan siswa terhadap kompetensi. Tingkat ketuntasan selalu diaplikasikan dalam tes untuk memasuki unit dari pembelajaran.

Tingkat ketuntasan dalam pembelajaran senantiasa didasarkan pada hasil diagnosis terhadap faktor-faktor yang menjadi penyebab kegagalan siswa maupun keberhasilan siswa. Tingkat ketuntasan dalam pembelajaran menganut pendekatan individu, artinya kegiatan belajar memperhatikan juga perbedaan-perbedaan masing-masing dari siswa sehingga siswa dapat berkembang sesuai dengan potensinya dan pembelajaran pun dapat menjadi lebih optimal.

Kriteria Soal Tes
Terdapat empat  kategori yang digunakan untuk mengkreasikan dari soal tes dan penilaian tugas. Kategori tersebut adalah:
a. Kriteria berpusat pada tujuan (Goal-Centered Criteria)
Soal tes dan tugas harus sama dengan tujuan indikator, harus cocok dengan sikap, termasuk konsep dan aksi. Sebagai contoh, siswa harus dapat menjodohkan deskripsi dari konsep dengan tabel yang telah ditentukan.

b. Kriteria berpusat pada siswa (Learner-Centered Criteria)
Soal tes dan tugas harus dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Kriteria dalam area ini adalah mempertimbangkan seperti tingkat perbendaharaan kata dan bahasa siswa, tingkat motivasi dan minat, pengalaman dan latar belakang, dan kebutuhan khusus. Diharapkan dengan adanya tingkatan tersebut siswa menjawab pertanyaan dengan tepat. Pertimbangan lain yang diperlihatkan adalah pengalaman dan latar belakanga siswa. Peserta didik tidak harus diminta untuk menunjukkan kinerja yang diinginkan dalam kontek asing atau pengaturan. Contoh, jenis pertanyaan, dan format respon juga harus akrab bagi peserta didik, dan item harus bebas dari setiap jenis kelamin, ras, atau bias budaya.

c. Kriteria berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria)
Saat menulis soal tes harus mempertimbangkan baik kontek kinerja dan lingkungan belajar atau lingkungan kelas. Soal tes dan tugas harus realistis atau relevan dengan kontek kinerja. Kriteria ini akan membantu memastikan transfer pengetahuan dan keterampilan dari lingkungan belajar dengan lingkungan kinerja. Hal ini juga penting untuk memastikan lingkungan belajar berisi semua alat yang diperlukan untuk cukup mensimulasikan lingkungan kinerja.

d. Kriteria berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria) 
Penilaian yang dilakuklan oleh guru terhadap siswa dapat dijadikan inoformasi mengenai kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Guru harus meluangkan lebih banyak waktu untuk mengkonstruk suatu simulasi soal yang baik. Soal tes harus ditulis dengan baik dan bebas dari ejaan, tata bahasa, dan kesalahan tanda baca. Arah harus secara jelas ditulis untuk menghindari kebingungan pada siswa. Ini juga penting untuk menghindari menulis pernyataan sulit yang membingungkan siswa. Tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa mulai dari yang mudah ke tingkatan yang lebih sulit. 

Terdapat beberapa saran yang dapat membantu guru dalam menentukan beberapa banyak soal tes pilihan yang diperlukan. Jika soal tes memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan bahwa dapat menebak jawaban dengan benar guru dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, guru dapat memutuskan suatu atau dua soal untuk menentukan kemampuan siswa.
Makalah ini belum lengkap, apabila anda ingin mendapatkan makalah "Mengembangkan Instrumen Penilaian (Developing Assessment Instruments)" ini secara lengkap silakan kirim permintaan ke iro.maruto@gmail.com (FREE!!)

Perbandingan Sistem Pendidikan yang Pernah Dipakai di Indonesia Sejak Merdeka

By With No comments:
Sejak merdeka sampai sekarang, Sistem Pendidikan di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan. Tentunya perubahan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Terdapat beberapa periode dalam perubahan tersebut. Setiap periode mempunyai karakteristik tersendiri dan terdapat beberapa perbedaan antara periode satu dengan periode yang lain.

Misalnya saja pada periode pertama setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1945 – 1950 (sejak Proklamasi sampai RIS). Beberapa ciri sistem pendidikan saat itu adalah sebagai berikut:
  1. Meninggalkan sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. 
  2. Mengubah sistem pendidikan dan pengajaran lama (masa penjajahan jepang) dengan sistem yang lebih demokratis.
  3.  UUD 1945 pasal 31 sebagai landasan konstitusional, tentang hak warga negara untuk mendapatkan pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan dengan Undang-Undang. 
  4. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tahun 1947 (Rentjana Pelajaran) kurikulum ini masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Selain sistem pendidikan yang digunakan, terdapat beberapa ciri sistem persekolahan pada waktu itu. Jenjang dalam sistem persekolahan pada waktu itu adalah sebagai berikut:
  1. Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat) 
  2. Pendidikan Menengah (Umum, Kejuruan, dan Keguruan) 
  3. Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi, dan Akademik)

Penjelasan tersebut di atas baru membahas tentang sistem pendidikan dan sistem persekolahan pada periode 1945 – 1950 (sejak Proklamasi sampai RIS). Lantas bagaimana Perbandingan Sistem Pendidikan yang Pernah Dipakai di Indonesia Sejak Merdeka??

Untuk memudahkan penjelasan mengenai bagaimana Perbandingan Sistem Pendidikan yang Pernah Dipakai di Indonesia Sejak Merdeka, akan kami sajikan perbandingan tersebut dalam bentuk tabel berikut ini:

Periode
Sistem Pendidikan
Sistem Persekolahan
1945 - 1950 (dari Proklamasi sampai RIS)
§  Meninggalkan sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme.
§  Mengubah sistem pendidikan dan pengajaran lama (masa penjajahan jepang) dengan sistem yang lebih demokratis.
§  UUD 1945 pasal 31 sebagai landasan konstitusional, tentang hak warga negara untuk mendapatkan pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang ditetapkan dengan Undang-Undang
§  Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tahun 1947 (Rentjana Pelajaran) kurikulum ini masih dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang.
Jenjang dalam sistem persekolahan pada waktu itu adalah sebagai berikut:
§  Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat)
§  Pendidikan Menengah (Umum, Kejuruan, dan Keguruan)
§  Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi, dan Akademik)
1950-1959 (Demokrasi Liberal)
§  Tujuan pendidikan didasarkan pada UU No. 04 Tahun 1950 melalui UU No. 12 Tahun 1954 yaitu untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
§  Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tahun 1952 (Rentjana Pelajaran) yang merupakan proses penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, tentunya pencapaian tujuan yang berdasar pada UU. No 04 Tahun 1950.
§  Kurikulum ini mempunyai ciri khas tentang sistem pendidikan yang sudah mulai menasionalis serta disetiap rencana pelajaran yang harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Pendidikan dan pengajaran dibagi atas:
§  Pendidikan dan pengajaran taman kanak-kanak
§  Pendidikan dan pengajaran rendah
§  Pendidikan dan pengajaran menengah
§  Pendidikan dan pengajaran tinggi
§  Pendidikan dan pengajaran luar biasa


1959 - 1965 (Demokrasi Terpimpin)
§  Tujuan pendidikan pada masa ini masih sama dengan sebelumnya yaitu sesuai UU No. 12 Tahun 1954 untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
§  Kurikulum yang berlaku pada saat itu adalah Kurikulum Tahun 1964 (Rentjana Pendidikan) yang merupakan penyempurnaan dari rencana pelajaran sebelumnya, dalam rencana ini, pemerintah menfokuskan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana).
§  Inti dari kurikulum ini bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana tersebut.
§  Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1961 bahwa Perguruan Tinggi menjadi dasar formal sistem persekolahan pada zaman demokrasi terpimpin.
§  Struktur Sistem Persekolahan : 1) Prasekolah (Taman Kanak-Kanak), 2) Sekolah Dasar, 3) SLTP, 4) SLTA, 5) Perguruan Tinggi
1966 - 1969 (Zaman Awal Orde Baru)
§  Kurikulum yang berlaku saat itu adalah Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
§  Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
§  Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Struktur persekolahan pada masa orde baru pada dasarnya masih tetap sama dengan struktur yang lama yaitu berdasaarkan UU No. 12 Tahun 1954 dan UU No.22 Tahun 1961.
1969/1970-1993/1994 (Masa Pembangunan Jangka Panjang I)
§  Tujuan dan dasar pendidikan pada saat itu sesuai dengan Tap MPR RI No II/MPR/1978 dan UU No. 2 Tahun 1989 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya.
§  Kurikulum yang berlaku pada saat itu adalah Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 dan memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam model pembelajarannya.
§  Setelah Kurikulum Tahun 1975 kemudian diganti kurikulum tahun 1984 yang merupakan kurikulum revisi dan penyempurnaan dari kurikulum 1975 yang dianggap sudah out of date, setelah melalui pertimbangan yang panjang
Menurut UU No. 2 Tahun 1989 Sistem Persekolahan terdiri atas 3 jenjang yaitu :
§  Pendidikan Dasar terdiri dari SD dan SMP
§  Pendidikan Menengah yang mencakup SMU dan SMK
§  Pendidikan Tinggi terdiri atas program pendidikan akademik dan program pendidikan professional
1995/1996-1998/1999 (Pembangunan Jangka Panjang II)
§  Tap MPR RI No II/MPR/1993 menetapkan pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
§  UU No. 2 Tahun 1989 Pasal 3 “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Pasal 5 “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.
§  Kurikulum yang berlaku pada saat itu adalah Kurikulum Tahun 1994 yang dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989.
Sistem persekolahannya masih sama dengan periode sebelumnya yaitu terdiri atas 3 jenjang:
§  Pendidikan Dasar terdiri dari SD dan SMP
§  Pendidikan Menengah yang mencakup SMU dan SMK
§  Pendidikan Tinggi terdiri atas program pendidikan akademik dan program pendidikan professional
1999 - sekarang
§  Sistem pendidikan pada saat ini didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 sebagai bentuk penyempurnaan dari UU No. 2 tahun 1989.
§  Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
§  Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tahun 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) sebagai buah implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan juga Kurikulum Tahun 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang merupakan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
Sistem persekolahannya masih sama dengan periode sebelumnya yaitu terdiri atas 3 jenjang:
§  Pendidikan Dasar terdiri dari SD, SMP dan yang sederajat
§  Pendidikan Menengah yang mencakup SMU, SMK dan yang sederajat.
§  Pendidikan Tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor