Sunday, December 30, 2012

Store Environment dan Store Planning

By With No comments:
Store environment merupakan unsur penting dalam retailing mengingat bahwa 70% dari pembelian ternyata merupakan impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan (Dunne dan Lusch, 2005: 457). Melalui elemen-elemen yang ada di dalam store environment, retailer dapat menciptakan stimuli-stimuli yang akan memicu atau menggerakkan pelanggan untuk membeli lebih banyak barang di luar yang mereka rencanakan. Store environment yang dirancang dengan baik dan sesuai dengan target market yang ditetapkan akan dapat menciptakan emosi-emosi atau suasana hati yang kondusif untuk berbelanja. Teori mengenai store environment dan elemen-elemen di dalamnya yang akan digunakan dalam penelitian ini khususnya mengacu pada teori oleh Dunne dan Lusch (2005).

Tidaklah mungkin sebuah toko tidak dibagi-bagi menjadi beberapa kategori atau departemen kecuali toko tersebut hanya mempunyai spesialisasi untuk satu macam produk saja, misalnya toko lilin. Sebagai gambaran, buku akan ditemukan diantara sabun, atau CD dicampur dengan sabun, dan pelanggan tidak tahu harus berbelanja mulai dari mana. Hal yang serupa, tanpa adanya tandatanda, sebuah toko akan hanya seperti lautan rak dan barang-barang dan akan menyulitkan pelanggan untuk berbelanja. Tidak kalah pentingnya yaitu visual display dan focal points, dimana barang-barang tertentu ditempatkan di daerah yang strategis untuk menarik perhatian pelanggan.

Sebuah toko retail harus dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang dapat membantu dan mengarahkan pelanggan dengan mudah untuk menjelajahi seluruh toko. Sekali saja seorang pelanggan sedikit bingung tentang dimana mereka berada, kemana mereka harus pergi, berapa harga barang-barang, atau dimana letak suatu barang, mereka akan merasa frustasi dan apabila kejadian tersebut terulang-ulang maka pelanggan akan menarik kesimpulan bahwa toko tersebut bukan tempat yang mudah dan nyaman untuk berbelanja. Maka dari itulah diperlukan store planning yang baik untuk menciptakan store environment yang nyaman untuk berbelanja.

Dalam retailing, istilah store planning atau bisa juga disebut floor plan adalah sebuat skematis yang menunjukkan dimana barang-barang dan pusat pelayanan berada, bagaimana sirkulasi pelanggan di dalam toko dan seberapa banyak ruang yang dialokasikan untuk tiap-tiap departemen.
Floor plan is a schematic that shows where merchandise and customer service department are located, how customers circulate through the store, and how much space is dedicated to each department “ (Dunne dan Lusch, 2005: 456).
Retailer yang sukses selalu menempatkan barang-barang mereka di tempat yang strategis. Sebagai contoh, sirup cokelat diletakkan di dekat ice cream atau selai di dekat mentega. Aturan sederhana lainnya dalam menempatkan barang dengan memperhatikan usia pelanggan. Contohnya, tidak meletakkan mainan anak di rak paling atas yang tidak dapat dijangkau oleh anak kecil, tidak meletakkan krim untuk gigi palsu di rak paling bawah dimana orang-orang tua akan kesulitan untuk membungkuk.

Yang hampir sama pentingnya dengan menempatkan barang-barang di tempat yang tepat adalah mengurangi stack-out yaitu barang-barang yang dipajang dilantai didepan rak utama. Karena berdasarkan penelitian, meskipun memajang banyak barang di depan rak utama dapat meningkatkan penjualan untuk barang tertentu, tetapi di lain pihak malah akan mengurangi tingkat penjualan keseluruhan. Hal ini dikarenakan apabila seorang pelanggan tidak memiliki kebutuhan akan barang tersebut, maka mereka akan melewati aisle tersebut. Mengingat bahwa 70% pembelian adalah impulse atau tidak direncanakan (Dunne dan Lusch, 2005: 457), maka retailer akan mengalami penurunan penjualan karena pelanggan telah melewatkan beberapa aisle. Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah floor plan yaitu mengalokasikan ruang, mengatur sirkulasi dan mengurangi penyusutan.

Saturday, December 29, 2012

Teori Pemrosesan Informasi dan Implikasinya Masing-masing dalam Pembelajaran Mapel Ekonomi

By With No comments:
Ada tiga teori pemrosesan informasi, yaitu model linier, model schema dan model generatif. Untuk lebih jelasnya, berikut penjabaran masing-masing teori dan implikasinya dalam pembelajaran mapel Ekonomi:

1. Model Linier
Teori pemrosesan informasi model linier adalah model pemberian informasi yang berjenjang menurut tahap-tahap perkembangan metakognisi seseorang. Secara umum siswa yang beranjak dewasa selalu:
  1. Lebih realistis tentang kemampuan ingatan mereka
  2. Lebih mampu mengembangkan strategi-strategi belajar yang efektif 
  3. Lebih akurat dalam pengetahuan yang mereka ketahui
Proses informasi setidaknya ada 2 cara: usaha penuh dan pengolahan otomatis.

Implikasi Model Linier dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Ekonomi
Tahap-tahap metakognisi antara siswa satu dengan yang lain berbeda, terlebih lagi apabila jenjang pendidikannya berbeda. Perkembangan metakognisi siswa SMP tentu berbeda dengan perkembangan metakognisi siswa SMP. Implikasi model linier dalam pembelajaran ekonomi adalah guru menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan metakognisi siswa.

Contoh:
Dalam pembelajaran ekonomi di SMP seorang guru tidak akan menerapkan model pembelajaran student facilitator and explaining teacher, karena siswa baru diperkenalkan materi ekonomi di jenjang SMP.

2. Model Schema
Teori pemrosesan informasi model schema merupakan model pembelajaran yang menghubungkan sebuah perwujudan abstrak antar sistem konsep yang berisi karakter-karakter  dan contoh-contoh.

Schema memiliki fungsi ganda, yaitu:
  1. Sebagai skema yang merepresentasikan organisasi pengetahuan. 
  2. Sebagai kerangka untuk mengaitkan pengetahuan baru.
Implikasi Model Schema dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Ekonomi
Mata pelajaran ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu sosial. Seorang guru yang mengajar ekonomi seringkali mengaitkan materi yang diajarkan dengan gambaran nyata di lapangan. Hal ini merupakan implikasi model schema dalam pembelajaran ekonomi.

Contoh:
Ketika guru mengajarkan materi perbedaan pasar modern dengan pasar tradisional, guru akan memberikan contoh gambaran pasar tradisional dan gambaran pasar modern.

3. Model Generatif
Penekanan dalam model ini adalah pengintegrasian secara aktif atas pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Terdapat empat tahapan dalam model generatif, yaitu:
  1. Tahap orientasi, siswa diberi kesempatan membangun kesan mengenai konsep yang sedang dipelajari 
  2. Tahap pengungkapan ide, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan ide tahap tantangan dan restrukturisasi, yaitu guru menyiapkan suasana dimana siswa diminta membandingkan pendapatnya dengan pendapat siswa lain dan mengemukakan keunggulan dari pendapat mereka tentang konsep yang dipelajari.
  3.  Tahap penerapan 
  4. Tahap melihat kembali
Implikasi Model Generatif dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Ekonomi
Inti dari materi mata pelajaran ekonomi SMP dan SMA adalah sama, hanya di SMA lebih diperdalam lagi. Sehingga siswa SMA tidak asing lagi dengan istilah-istilah yang terdapat dalam pelajaran ekonomi, mereka hanya tinggal mengaitkan materi baru dengan materi lama.

Implikasi model generatif dalam pembelajaran ekonomi adalah dalam menyampikan materi pelajaran seorang guru akan memancing ingatan siswa akan materi yang pernah diterimanya kemudian mengintegrasikan dengan materi baru yang ia terima.

Contoh:
Guru SMA mengajarkan materi fungsi uang kepada peserta didiknya, materi ini sudah didapat siswa ketika duduk di bangku SMP. Guru memancing memori siswa dengan gambar proses jual beli di pasar misalnya, setelah itu guru menyisipkan materi-materi baru di dalamnya. Hal ini bertujuan agar siswa mampu mengintegrasikan materi lama dengan materi baru diperoleh siswa.

Peran Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional dan/atau Sebaliknya

By With No comments:
Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Nasional
Peran pendidikan dalam pembangunan nasional antara lain:
1. Mengembangkan teknologi
Hasil pendidikan adalah orang terdidik yang mempunyai kemampuan melaksanakan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan teknologi baru.

2. Menjadi tenaga produktif dalam bidang konstruksi
Orang-orang terdidik hasil pendidikan bisa masuk dan aktif bekerja di bidang konstruksi bangunan baik pabrik maupun perusahaan. Dimana dari pabrik dan perusahaan inilah akan dihasilkan berbagai kebutuhan hidup.

3. Menjadi tenaga produktif yang menghasilkan barang dan jasa
Orang-orang terdidik hasil pendidikan juga memiliki keterampilan untuk menghasilkan barang dan jasa. Mereka bisa menjadi karyawan di sebuah pabrik atau perusahaan dan mengandalkan skill mereka masing-masing.

4. Pelaku generasi dan penciptaan budaya
Orang-orang terdidik hasil pendidikan menjadi pelaku yang memahami betul generasi yang dijalaninya untuk kemudian diperbaiki sesuai perkembangan zaman, dengan tetap mendasarkan pada budaya lama yang dimilikinya.

5. Konsumen barang dan jasa
Menjadi generasi yang mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan dengan jenis keperluan yang bervariasi dan lebih banyak. Mereka lebih kritis dalam menggunakan barang dan jasa, apabila dibandingkan dengan orang yang kurang terdidik.

Peranan pendidikan dalam pembangunan nasional dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:


Sumber: Redja Mudyaharjo (2010).
Gambar Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Nasional

Peranan Pembangunan Nasional dalam Pendidikan
Pembangunan nasional merupakan lingkungan proksimal dari pembangunan pendidikan nasional. Sebagai lingkungan proksimal, pembangunan nasional mempunyai peran:
  1. Payung pembangunan pendidikan nasional, yang berfungsi menjadi salah satu pembatas lingkungan Pembangunan Pendidikan Nasional dan tolak ukur kontribusi keberhasilan Pembangunan Pendidikan nasional terhadap Pembangunan Nasional. 
  2. Sumber yang memberikan masukan pada pembangunan pendidikan nasional berupa hasil-hasil dari pembangunan sektor lainnya yang berupa informasi, energi atau tenaga dan bahan-bahan.
Sumber: 
Redja Mudyahardjo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Friday, December 28, 2012

Metodologi Penelitian Pendidikan

By With No comments:
Metodologi Penelitian Pendidikan adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu. Sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah di bidang pendidikan (Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, 2009: 6).

Cara Ilmiah
Rasional: dilakukan dengan cara-cara yang logis.
Empiris: dapat diamati sehingga dapat dilakukan replikasi/cek ulang peneliti lain.
Sistematis: proses yang digunakan menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.

Lingkup Penelitian Pendidikan
Bidang Ilmu Pendidikan:
  1. Dasar-Dasar
  2. Teori-Teori
  3. Konsep-Konsep Pendidikan.
Ilmu Pendidikan:
  1. Kajian Filosofis Tentang Pendidikan
  2. Konsep-Konsep Pendidikan.
Praktik Kurikulum Dan Pembelajaran:
  1. Curriculum Design 
  2. Implementasi Dalam Pembelajaran
  3. Evaluasi
  4. Manajemen.
Lanjutan materi ini ditampilkan dalam screenshot power point berikut ini:


Materi ini dibuat oleh Prof. Dr. Soetarno Joyoatmojo, M.Pd. (Guru Besar FKIP UNS). Bagi yang ingin mendapatkan file lengkapnya silakan mengirim permintaan ke iro.maruto@gmail.com atau menghubungi admin blog.

Sumbangan Pendidikan Pada Pembangunan

By With No comments:
Sumbangan pendidikanterhadap pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya:
1. Segi Sasaran Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia pendidikan adalah terwujudnya citra manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi.

Pembangunan pendidikan adalah:
  • pembangunan manusia seutuhnya 
  • berpusat pada pembangunan operasional dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar 
  • pembangunan pelayanan umum yang professional atau yang tepat dan menyenangkan
  • pembangunan yang memerlukan waktu yang panjang berkesinambungan 
  • menghasilkan orang-orang yang terdidik (dewasa fisik, intelektual, sosial, emosional, kerja, dan moral)
2. Segi Lingkungan Pendidikan
a. Lingkungan keluarga (informal)
Dalam lingkungan keluarga anak dilatih berbagai kebiasaan yang baik tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan moral. Disamping itu, kepada mereka juga ditanamkan keyakinan-keyakinan yang penting utamanya hal-hal yang bersifat religius.

b. Lingkungan sekolah (formal)
Di lingkungan sekolah (pendidikan formal), peserta didik dibimbing untuk memperluas bekal yang telah diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

c. Lingkungan masyarakat (nonformal)
Di lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan, khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalaui jalur formal.

3. Segi Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar (basic education) yang memberikan bekal dasar bagi pendidikan lanjutan, menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan pada tingkat menengah memberikan dua macam bekal, yaitu membekali peserta didik yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi (SMA) dan bekal kerja bagi peserta didik yang tidak melanjutkan sekolah (SMTA). Pendidikan tinggi memberikan bekal kerja keahlian menurut bidang tertentu.

4. Segi Pembidangan Kerja atau Sektor Kehidupan
Pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan, perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain. Pembinaan dan pengembangan bidang-bidang tersebut hanya mungkin dikerjakan jika diisi oleh orang-orang yang memiliki kemampuan seperti yang dibutuhkan.  Orang-orang dimaksud hanya tersedia jika pendidikan berbuat untuk itu.

Uraian tentang sumbangan pendidikan pada pembangunan seperti dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Pada langkah pertama, pendidikan menyiapkan manusia sebagai sumber daya pembangunan. Kemudia manusia selaku sumber daya pembangunan membangunan lingkungannya. 
  • Pada instansi terakhir, manusialah yang menjadi kunci pembangunan. Kesuksenan pembangunan sangat tergantung kepada manusianya. 
  • Pendidik memegang peranan penting karena merekalah yang menciptakan manusia pencipta pembangunan.

Wednesday, December 26, 2012

Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1945-1950 (dari Proklamasi sampai RIS)

By With No comments:
Revolusi Nasional memuncak pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk Proklamasi Kemerdekaan. Proklamasi merupakan suara suara rakyat bersama menghancurkan segala bentuk penjajahan, dan menimbulkan kehidupan baru bagi bangsa Indonesia, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga sesudah Proklamasi Kemerdekaan dirasakan perlunya mengubah sistem pendidikan yang sesuaidengan tuntutan kehidupan tersebut.

Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K) ki Hajar Dewantara membuat ”instruksi umum” berisi seruan kepada para guru agar meninggalkan sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme. Isi ”instruksi umum” tersebut adalah:
  1. Pengibaran ”Sang Merah Putih” setiap hari di halaman sekolah
  2. Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya 
  3. Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapus nyanyian Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang) 
  4. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari Pemerintahan Balatentara Jepang 
  5. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid
Selain itu dibuat pula berbagai peraturan dalam kabinet-kabinet selanjutnya untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran lama dengan sistem yang lebih demokratis. Diawali dengan Kongres Pendidikan maka Menteri PP dan K membentuk Komisi Pendidikan yang tugasnya membentuk Panitia Perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Sejak 18 Agustus 1945 hingga RIS 27 Desember 1949, yang menjadi Undang-Undang Dasar adalah UUD 1945 dan sekaligus sebagai pedoman dalam penyelenggara an pendidikan.

Pasal UUD 1945 yang menyatakan tentang pendidikan adalah:
  • Pasal 31 ayat 1: Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran 
  • Pasal 31 ayat 2: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran yang diatur dengan undang-undang 
  • Pasal 32: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia
Konstitusi Sementara RIS berlaku dari 27 Desember sampai 17 Agustus 1950.
Pasal yang menyatakan tentang pendidikan temasuk dalam Bab V tentang hak-hak dan Kebebasan Dasar Manusia, terdapat pada pasal 30 berisi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1.  Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran 
  2. Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas 
  3. Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan perundang-undangan.
Tujuan dan Dasar Pendidikan
Selama masa negara Kesatuan I (1945-1949), tujuan pendidikan belum dirumuskan secara jelas dalam undang-undang. Tujuan pendidikan hanya digariskan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam bentuk Keputusan Menteri tanggal 1 Maret 1946, yaitu warga Negara sejati yang menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara. Sedangkan dasar pendidikan adalah Pancasila seperti yang terumuskan dalam pembukaan UUD 1945.

Setelah Kongres Pendidikan di Solo (1947) yang bertujuan meninjau kembali berbagai masalah pendidikan, Usaha Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran (1948) yang diketahui oleh Ki Hajar Dewantara, serta Kongres Pendidikan di Yogyakarta (1949), lahirlah UU No.4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk Seluruh Indonesia yang diundangkan pada tanggal 4 April 1950. Undang-Undang ini diberlakukan untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan II yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia.

Tujuan pendidikan dan pengajaran berdasarkan UU No 4 1950 tertuang pada pasal 3, yaitu membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pada pasal 4 tercantum bahwa pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas Kebudayaan Kebangsaan Indonesia.

Sistem Persekolahan
Selama penjajahan Jepang, sistem persekolahan di indonesia sudah dipersatukan dan terus disempurnakan dalam zaman Negara Kesatuan I. Namun karena masih ada daerah yang ada dalam pendudukan Belanda, pelaksanaannya belum tercapai. Faktor keamanan menyebabkan banyak pelajar yang berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga pendidikan banyak yang tidak diselenggarakan. Tetapi setelah dilakukan konsolidasi intensif, sistem persekolahan Indonesia akhirnya mengkristal (1945-1950) dengan penjenjangan sebagai berikut:
  1. Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat) 
  2. Pendidikan Menengah (Umum, Kejuruan, dan Keguruan) 
  3. Pendidikan Tinggi (Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Tinggi, dan Akademik)
Penyelenggaraan Pendidikan
Penyelenggara pendidikan selama masa 1945-1950 mengacu pada 10 hal yang diajukan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) kepada Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Pada tanggal 1 Januari 1946 terbentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pendidikan masyarakat bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang dapat dicapai dengan dua cara, yaitu metode belajar serta metode bekerja yang dilaksanakan secara masal dan integral di suatu desa.

Metode bekerja yang digunakan adalah metode Panca Marga, yaitu lima jalan untuk mencapai tujuan, sebagai berikut:
  1. Melestarikan dasar-dasar pengertian untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan dasar untuk masyarakat 
  2. Membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan kader masyarakat 
  3. Menyediakan dan menyebarkan bacaan dengan mengadakan perpustakaan atau taman pustaka masyarakat 
  4. Memfungsionalkan golongan wanita dengan melakasanakan pendidikan kewanitaan 
  5. Memfungsionalkan golongan pemuda dengan melaksanakan pendidikam taruna karya.
Pendidikan masyarakat mempunyai tugas memberantas buta huruf, menyelenggarakan kursus pengetahuan umum dan mengembangkan perpustakaan rakyat.
Kurikulum Pendidikan
Pemerintahan dan rakyat berupaya memperbaharui sistem pendidikan Indonesia sejak proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga pada tahun 1946 Menteri PP dan K (Mr.Soewandi) membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan dan Pengajaran yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara yang tugasnya meninjau kembali dasar-dasar dan isi,susunan, dan seluruh usaha pendidikan. Hasilnya berkenaan dengan kurikulum, menetapkan bahwa setiap rencana pelajaran pada setiap jenjang pendidikan sekolah hendaknya meningkatkan pendidikan jasmani, dan meningkatkan pendidikan watak.

Pembaharuan kurikulum menghasilkan Kurikulum SR 1947, yang membedakan 3 macam struktur program, yaitu:
  1. SR yang menggunakan pengantar bahasa daerah pada kelas yang lebih rendah 
  2. SR yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia sejak kelas I 
  3. SR yang diselenggarakan sore hari oleh keadaan (terbatas sampai kelas IV, sedangkan kelas V dan VI harus pagi).
Kurikulum SMA tediri atas SMA bagian A, yaitu Jurusan Sastra dan SMA bagian jurusan Ilmu Pasti dan Alam. Kurikulum ini berlaku sampai tahun 1952.

Sumber:
Redja Mudyahardjo. 2010. Pengantar Pendidikan.  Jakarta : Rajawali Pers.

Tuesday, December 25, 2012

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

By With 1 comment:
  1. Pelaksanaan pembelajaran: antara lain masalah pengelolaan kelas, prosedur pembelajaran, model pembelajaran, pendekatan dan metode mengajar yang inovatif dan spesifik sesuai dengan karakteristik mapel., pembelajaran untuk mengatasi masalah belajar siswa, seperti kesalahan-kesalahan belajar dan miskonsepsi. 
  2. Pengembangan bahan ajar dan media pembelajaran: seperti modul, computer assisted learning, petunjuk mempelajari buku teks, dan alat bantu/ media pembelajaran---alat peraga dan multi media. 
  3. Pemanfaatan sumber belajar:  antara lain pemantapan perpustakaan baik cetak maupun elektronik, pemanfaatan internet atau sumber belajar lain di luar kelas. 
  4. Evaluasi proses dan hasil belajar: antara lain evaluasi otentik termasuk penilaian portofolio, evaluasi diagnostik siswa dengan tindakan pembelajarannya, serta pengembangan instrumen dan penggunaannya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur ulang dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi (Dewa Komang Tantra, 2005). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru/dosen di kelasnya sendiri melalui refleksi diri yang diikuti dengan tindakan yang bertujuan memperbaiki kinerjanya---pembelajaran sehingga hasil belajar peserta didik meningkat.

PTK diawali dengan kerisauan guru/dosen akan kinerjanya, kemudian dilakukan refleksi diri dan selanjutnya melakukan penelitian dengan tindakan untuk perbaikan pembelajaran. Masalah penelitian yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata dalam pembelajaran yang merisaukan guru/dosen pengampu mata ajaran. Dilaksanakan dengan kolaborasi antara guru/dosen dengan guru/dosen atau antara guru/dosen dengan peserta didik untuk menyelenggarakan pembelajaran yang berkualitas dan melakukan perbaikan yang berkelanjutan.

Inisiatif pelaksanaan PTK: guru/dosen dengan motivasi untuk meningkat kan pembelajaran yang tumbuh dari dalam diri guru/dosen (intrinsic motivation). Obyektifitas, validitas dan reliabilitas proses, data, dan hasil penelitian tetap dipertahankan selama penelitian berlangsung. Proses dan hasil penelitian didokumentasikan dan dilaporkan secara sistematik dan sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah. Kerangka teori harus kuat untuk menunjang permasalahan dan pelaksanaan tindakan. (proses Logico - Hypothetico - Verivikatif). Penelitian tindakan dilaksanakan secara bersiklus, yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), observasi dan evaluasi (obsevation and evaluation), refleksi (reflection), perbaikan rencana tindakan, observasi dan evaluasi, refleksi, perbaikan rencana dan seterusnya sampai dengan kriteria keberhasilan tercapai.

Arti PTK (Disederhanakan)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah upaya perbaikan proses dan hasil pembelajaran yang didasarkan pada hasil penelitian dengan tindakan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian dengan tindakan yang bertujuan untuk perbaikan proses dan hasil pembelajaran.
  
Kelanjutan materi ini dapat dilihat dalam cuplikan screenshot powerpoint berikut ini:




Materi ini ditulis oleh Prof. Dr. Soetarno Joyoatmojo, M.Pd. (Guru Besar FKIP UNS). Bagi yang ingin mendapatkan softfile lengkapnya, silakan mengirim permintaan ke iro.maruto@gmail.com (FREE!!) atau silakan menghubungi admin via Facebook.

Monday, December 24, 2012

Tripusat Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Peserta Didik

By With 2 comments:
Dilihat dari segi anak didik, tampak bahwa anak didik secara tetap hidup di dalam lingkungan masyarakat tertentu tempat ia mengalami pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang disebut tripusat pendidikan.

1. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.

Pendidikan keluarga berfungsi:
  • Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
  • Menjamin kehidupan emosional anak 
  • Menanamkan dasar pendidikan moral 
  • Memberikan dasar pendidikan sosial
  • Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
2. Sekolah
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.

Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
  • Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik. 
  • Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah. 
  • Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan. 
  • Di sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau salah, dan sebagainya.
3. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.

Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.

Pengaruh Timbal Balik antara Tripusat Pendidikan Terhadap Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta didik, seperti juga tumbuh-kembang anak pada umumnya, dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni hereditas, lingkungan, proses perkembangan, dan anugerah. Khusus untuk faktor lingkungan, peranan tripusat pendidikan itulah yang paling menentukan, baik secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama.

Setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam ketiga kegiatan pendidikan, yakni:
  1. pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya 
  2. pengajaran dalam upaya penguasaan pengetahuan 
  3. pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan.
Kontribusi itu akan berada bukan hanya antar individu, tetapi juga faktor pusat pendidikan itu sendiri yang bervariasi di seluruh wilayah Nusantara. Namun kecenderungan umum, utamanya pada masyarakat modern, kontribusi keluarga pada aspek penguasaan pengetahuan dan pemahiran keterampilan makin mengecil dibandingkan dengan kontribusi sekolah dan masyarakat.
Saling Pengaruh antara Tripusat Pendidikan dengan Perkembangan Peserta Didik
Gambar 1. Saling Pengaruh antara Tripusat Pendidikan dengan Perkembangan Peserta Didik

Gambar 1 tersebut melukiskan setiap pusat pendidikan dapat berpeluang memberikan kontribusi yang besar dalam tiga kegiatan pendididkan yakni:
  • Pembinaan dalam upaya pematapan pribadi yang berbudaya  
  • Pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan
  • Pengajaran dalam upaya penguasan pengetahuan
Setiap pusat pendidikan perlu ditingkatkan kontribusinya terhadap perkembangan peserta didik, keserasian antara kotribusi itu, serta kejasama yang erat dan harmonis antar tripusat tersebut. Dengan kontribusi pusat pendidikan yang saling memperkuat dan melengkapi itu akan member perluang mewujudkan sumber manusia terdidik yang bermutu.

Kurikulum Muatan Lokal

By With No comments:
A. Latar Belakang
Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur dan beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa pertanian (argo industri dan argo bisnis), perkebunan, perikanan perternakan, pertarnian holtikultura, kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian, keselarasan dan keseimbangan yang dinamis.

Kurikulum kecuali mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penyusunan kurikulum atas dasar acuan keadaan masyarakat tersebut disebut “Kurikulum Muatan Lokal“. Kurikulum muatan lokal keberadaan di Indonesia telah dikuatkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987. Sedang pelaksanaannya telah dijabarkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan menengah Nomor 173/-C/Kep/M/87 tertanggal 7 Oktober 1987.

B. Pengertian Muatan Lokal
Menurut surat keputusan tersebut yang dimaksud dengan kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid didaerah tersebut.

Menurut sejarah, sebelum ada sekolah formal, pendidikan yang berprogram muatan lokal telah dilaksanakan oleh para orang tua peserta didik dengan metode drill dan dengan trial and error serta berdasarkan berbagai pengalaman yang mereka hayati. Tujuan pendidikan mereka terutama agar anak-anak mereka dapat mandiri dalam kehidupan. Bahan yang diajarkan ialah bahan yang diambil dari berbagai keadaan yang ada dialam sekitar. Sedang kriteria keberhasilannya ditandai mereka telah dapat hidup mandiri.

C. Tujuan Kurikulum Muatan Lokal
Secara umum tujuan program pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya serta sikap dan perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan setempat.

1. Tujuan langsung
  • Bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid. 
  • Sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. 
  • Murid dapat menerapkanpengetahuan dan keterampilan yangdipelajarinyauntuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya. 
  • Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.
2. Tujuan tak langsung
  • Murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya. 
  • Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. 
  • Murid menjadi akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.
D. Pengembangan Muatan Lokal
Bahan muatan lokal dapat tercantum pada intra kurikuler, misalnya mata pelajaran kesenian dan ketrampilan, bahasa daerah dan inggris. Sedang bahan muatan lokal yang dilaksanakan secara ekstra kurikuler bahan dikembangkan dari pola kehidupan dalam lingkungannya.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau komponen. Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai sumber, pengajar, metode, media, dana dan evaluasi.

Merencanakan bahan muatan lokal yang akan diajarkan antara lain dengan:
  • Mengidentifikasikan segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal 
  • Menyeleksi bahan muatan lokal dengan kriteria sebagai berikut: a) sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik, b) tidak bertengan dengan Pancasila dan aturan adat yang berlaku, c) letaknya terjangkau dari sekolah, d) ada narasumber baik di dalam maupun diluar sekolah, e) bahan/ajaran tersebut merupakan ciri khas daerah tersebut. 
  • Menyusun GBPP yang bersangkutan 
  • Mencari sumber bahan yang tertulis maupun yang tidak tertulis 
  • Mengusahan sarana/prasarana yang relevan dan terjangkau.
E. Faktor Penghambat dan Penunjang Pelaksanaan Muatan Lokal
1. Faktor Penghambat
  • Sifat dari pelajaran muatan lokal itu sendiri sebagian besar memberi tekanan pada pembinaan tingkah laku afektif dan psikomotor. 
  • Dilihat dari segi ketenagaan, pelaksanaan muatan lokal memerlukan pengorrganisasian secara khusus karena melibatkan pihak-pihak lain selain sekolah. 
  • Dilihat dari segi proses belajar mengajar, pelaksanaan muatan lokal menggunakan pendekatan keterampilan proses dan CBSA. 
  • Sistem ujian dan ijazah yang diselenggarakan disekolah-sekolah umumnya masih menciptakan iklim pengajaran yang memberikan tekanan lebih pada mata pelajaran akademik, sedangkan pelajaran-pelajaran yang memberikan bekal prakits kepada peserta didk dianggap bersifat fakulatif. 
  • Sarana penunjang tertentu bagi pelaksanaan muatan lokal secara optimal kebanyakan tidak dimiliki oleh sekolah, dan mungkin juga tidak tersedia di masyarakat (misalnya untuk keperluan stimulasi)
2. Faktor Penunjang
  • Adanya keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh bekal kerja dan pekerjaan apa pun yang membawa hasil. 
  • Materi muatan lokal yang dapat dijadikan sasaran belajar cukup banyak tersedia baik macamnya maupun penyebarannya di semua daerah, sehingga penentuan daerah perintisan maupun tidak diseminasinya tidak sulit.
  • Ketenagaan yang bervariasi yang partisivasinya dapat menunjanng dan dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan muatan lokal tidak sulit ditemukan pada semua daerah/lokasi. 
  • Adanya materi muatan lokal yang sudah tercantum sebagai materi kurikulum dan sudah dilaksanakan secara rutin, hanya tinggal pembenahan efektifitasnya yang perlu ditingkatkan. 
  • Media massa khususnya media komunokasi visual seperti TV, dan video sudah tidak sulit untuk dimanfaatkan guna penyebaran informasi berupa contoh-contoh model pelaksanaannya muatan lokal yang berhasil, dengan demikian ide tentang muatan lokal lebih cepat memasyarakat.