Saturday, August 16, 2014

Teori Perilaku yang Direncanakan (Theory of Planned Behavior)

By
Theory of Planned Behavior (TPB) seringkali digunakan dalam berbagai penelitian (research) tentang perilaku. Biasanya TPB digunakan sebagai variabel intervening untuk menjelaskan intention (niat) seseorang yang kemudian menjelaskan perilaku orang tersebut. Artikel ini akan membahas TPB tersebut, dengan harapan bisa membantu mahasiswa atau peneliti yang akan menggunakan TPB sebagai variabel dalam penelitiannya.

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norms (Fishbein dan Ajzen, 1975), sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral control (Ajzen, 1991).

TPB sangat sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku di dalam kewirausahaan. Sebagaimana dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa TPB is suitable to explain any behavior which requires planning, such as entrepreneurship (TPB cocok untuk menjelaskan perilaku apa pun yang memerlukan perencanaan, seperti kewirausahaan).

Apabila TPB digambarkan dalam sebuah bagan adalah sebagai berikut:


Gambar 2.1 di atas menjelaskan bahwa dalam TPB, niat ditentukan oleh tiga variabel antecedent, yaitu:

1. Attitude (Sikap)
Sikap merupakan suatu faktor dalam diri seseorang yang dipelajari untuk memberikan respon positif atau negatif pada penilaian terhadap sesuatu yang diberikan. Lo Choi Tung (2011) mengatakan bahwa attitude toward the behavior is the degree to which a person has a favorable or unfavorable evaluation of a behavior. It depends on the person’s assessment of the expected outcomes of the behavior.

Menurut Assael dalam Manda dan Iskandarsyah (2012) sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respon kepada obyek atau kelas obyek secara konsisten baik dalam rasa suka maupun tidak suka. Sebagai contoh apabila seseorang menganggap sesuatu bermanfaat bagi dirinya maka dia akan memberikan respon positif terhadapnya, sebaliknya jika sesuatu tersebut tidak bermanfaat maka dia akan memberikan respon negatif.

2. Subjective Norm (Norma Subjektif)
Subjective norm (norma subjektif) merupakan persepsi seseorang tentang pemikiran orang lain yang akan mendukung atau tidak mendukungnya dalam melakukan sesuatu.

Subjective norm mengacu pada tekanan sosial yang dihadapi oleh individu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Lo Choi Tung (2011: 79) mengatakan bahwa “subjective norm refers to the social pressures perceived by individuals to perform or not to perform the behavior. It relates to the beliefs that other people encourage or discourage to carry out a behavior” (norma subjektif mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan oleh individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.

Hal ini terkait dengan keyakinan bahwa orang lain mendorong atau menghambat untuk melaksanakan perilaku). Seorang individu akan cenderung melakukan perilaku jika termotivasi oleh orang lain yang menyetujuinya untuk melakukan perilaku tersebut.

3. Perceived Behavioral Control (Kontrol Perilaku)
Kontrol perilaku adalah persepsi kemudahan atau kesulitan dalam melakukan suatu perilaku. Lo Choi Tung (2011) mengemukakan bahwa kontrol perilaku relates to the beliefs about the availability of supports and resources or barriers to performing an entrepreneurial behavior (control beliefs) (berkaitan dengan keyakinan tentang ketersediaan dukungan dan sumber daya atau hambatan untuk melakukan suatu perilaku kewirausahaan).

Menurut Tony Wijaya (2007) kontrol perilaku merupakan persepi terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempermudah atau mempersulit.

Sumber:
Budi Wahyono. 2013. Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Niat Berwirausaha Siswa SMK Negeri 1 Pedan Tahun 2013. Tesis. PPs UNS.
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment