Thursday, August 8, 2013

Technostress

By
Technostress, pembahasan dalam artikel ini akan dipersempit ke arah technostress yang dialami oleh guru. Perkembangan teknologi yang begitu pesat menuntut guru untuk bisa mengikuti perkembangan tersebut. Hal yang sangat mudah dilihat adalah penggunaa komputer (laptop) dalam mendukung kinerja guru, tetapi apakah semua guru mampu mengikuti dan menggunakannya?

Stres merupakan kondisi kognitif yang dialami individu ketika mereka dalam situasi lingkungan yang dipersepsikan sebagai bentuk permintaan yang mengancam dengan melebihi kapabilitas dan sumber daya seseorang untuk menghadapinya, dalam kondisi dimana ia mengharapkan substansi yang berbeda dalam penghargaan dan pengorbanan dengan keadaan ia akan mendapatkannya atau tidak (McGrath dalam Tarafdat, Tu, dan Nathan, 2011). Stressor pekerjaan dapat termasuk ancaman apapun yang dihadapi seseorang (Spector, 2002).

Istilah technostress tercipta pada 1984 dari psikologi klinis bernama Craig Brod, yang menjelaskannya sebagai penyakit modern yang disebabkan oleh ketidakmampuan menguasai atau bekerja sama dengan teknologi informasi dan komunikasi (TI) dalam cara sehat (Ayyagari dan Purvis, 2011).

Technostress menggambarkan stress yang dialami pengguna sebagai hasil dari aplikasi multi tugas, konektivitas yang terusmenerus, informasi yang berlebihan, perubahan (upgrading) sistem yang berkali-kali dan akibat dari ketidakpastian, pembelajaran ulang dan dampak ketidak amanan sehubungan dengan pekerjaan yang berkelanjutan, dan masalah teknis yang berhubungan dengan penggunaan TI dalam organisasi (Tarafdat, Tu, dan Nathan, 2011).

Stres di tempat kerja diakui berkontribusi dan berdampak pada masalah kesehatan dan kualitas hidup (Cooper et al. 1996; Sutherland and Cooper 1990; Tennant 200, dalam Ayyagari dan Purvis, 2011).

World Health Organization (WHO) berpendapat bahwa pola kerja sedikit banyak berubah karena peningkatan penggunaan TI (WHO 2005). Mereka mengklaim kebanyakan organisasi merespon untuk mencegah dan mengeliminasi risiko kesehatan di tempat kerja, yang pertama pada risiko fisik dan yang terutama adalah risiko psikologis dan dampak pekerjaan pada kesehatan mental (hal. 3), dan menyatakan melatih personel dan menyesuaikan peralatan dipersyaratkan untuk mereduksi risiko kesehatan mental pekerja (dalam Ayyagari dan Purvis, 2011).

Dari penjelasan di atas, dalam keadaan guru yang sangat membutuhkan komputer untuk melaksanakan pekerjaannya, baik dalam menyusun perangkat pembelajaran, melakukan penelitian, dan mengeksekusi perangkat pembelajaran melalui pembelajaran didalam kelas, computer anxiety sangat bisa menjadi stressor bagi guru.

Berdasarkan data WHO di atas, pola kerja guru akan berubah dengan pengaplikasian komputer untuk melaksanakan pekerjaannya. Berawal dari ketidakmampuan guru dalam mengoperasikan komputer dengan baik, sementara kebutuhan akan komputer dalam melaksanakan pekerjaannya sangat tinggi akan menimbulkan ancaman tidak terselesaikannya pekerjaan dan dampak dari tidak terselesaikannya pekerjaan dapat berupa tidak dibayarnya penghasilan secara penuh atau bahkan pemutusan hubungan kerja.

Hal tersebut sangat mungkin menjadi stressor bagi guru dan sedikit banyak bisa saja mengganggu kinerja mereka dan bahkan dapat bisa mengganggu kesehatan mentalnya.
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment