Saturday, November 17, 2012

Studi Kasus Fiqh Muamalah (Undian Berhadiah)

By
Kasus - Bank ABC yang beroperasikan konvensional memberikan hadiah undian mobil BMW pada nasabah yang memiliki saldo minimal Rp 500.000,00. Sedangkan Bank XYZ beroperasikan syariah juga ikut memberikan undian berhadiah bagi nasabahnya. Buatlah analisis fiqh terhadap undian yang diberikan oleh kedua bank tersebut!

Analisis Fiqh
Definisi - Yang dimaksud undian berhadiah adalah undian yang dilaksanakan oleh perusahaan barang atau jasa dengan tujuan menarik para pembeli dan melariskan dagangan atau jasa yang mereka tawarkan dengan cara memberikan hadiah untuk para pemenang yang ditentukan secara undian. Dalam hal ini tujuan bank memberikan hadiah atau undian memang biasanya sebagai salah satu langkah promosi untuk menarik nasabah.


Hukum dan Beberapa Bentuk Undian Berhadiah
Hadiah itu pada dasarnya adalah halal dan mubah. Bahkan pada level tertentu bisa menjadi sunnah. Sebab Rasulullah SAW telah bersabda,”Saling bertukar hadiahlah kalian, maka kalian akan tambah cinta”. Namun yang namanya hadiah itu adalah akad yang tidak mengharuskan ada imbalan. Ketika seseorang memberi hadiah, maka bukan untuk mendapatkan suatu keinginan atau penebus sesuatu. Kalau untuk mendapatkan sesuatu, namanya bukan hadiah tapi membeli atau membayar.

Undian berhadiah tanpa menarik iuran dari peserta, maksudnya kupon undian diberikan kepada peserta dengan cara cuma-cuma, maka hukum undian ini dibolehkan syariat karena tidak ada dalil yang melarangnya dan juga gharar yang terdapat dalam akad ini yang disebabkan ketidaktahuan peserta akan fisik hadiah yang mereka terima tidak berdampak merusak akad. Karena gharar ini dalam akad hibah bukan akad jual beli. Dan gharar dalam akad hibah seperti yang telah dijelaskan hukumnya mubah.

Undian berhadiah dengan membayar iuran, undian jenis ini diharamkan sekalipun jumlah iurannya sangat sedikit, karena ghararnya nyata, dimana peserta membayar iuran yang kemungkinan ia mendapatkan hadiah sehingga berlaba atau ia tidak mendapat apa-apa sehingga ia rugi, maka undian ini termasuk maysir.

Jika undian tersebut tidak menarik iuran secara khusus akan tetapi untuk dapat mengikuti undian disyaratkan membeli barang, seumpama: kupon undian tertera pada majalah atau menempel pada suatu barang maka hukum mengikuti undian ini dibolehkan karena keberadaan undian hanya sebagai pengikut dalam akad. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa gharar yang hanya sebagai pengikut dalam akad tidaklah diharamkan. Namun perlu diingat, jika pembeli membeli barang tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kupon sedangkan ia tidak membutuhkan barangnya maka hukumnya haram karena kupon dalam hal ini adalah tujuan pembelian dan bukan sebagai pengikut.

Seperti pada jenis undian pada pusat perbelanjaan bahwa konsumen tujuan utamanya adalah belanja dan ternyata mendapatkan kesempatan mengikuti undian, maka pada nasabah bank pun berlaku demikian. Nasabah pada dasarnya menabung untuk menyimpan dana bukan untuk mendapat kesempatan undian, maka jika dari saldo tabungan itu dia mendapatkan kesempatan mengikuti undian, itu adalah hal yang melekat di dalamnya  dan itu tidaklah haram. Bank mengadakan undian atau hadiah biasanya adalah untuk menarik para nasabah agar tertarik menabung di bank tersebut atau sebagai bentuk pelayanan terhadap nasabahnya.

Bila prinsipnya undian itu adalah hadiah yang diberikan pihak penyelenggara undian yang sumber dananya dari penyelenggara tersebut, bukan dari iuran atau urunan para peserta undian, maka bukan termasuk judi. Dana untuk hadiah diambilkan dari anggaran bidang promosi penyelenggara itu, bukan dari setoran para peserta undian, maka ini bukanlah perjudian. Tetapi merupakan taktik menggenjot angka penjualan. Hadiah atau undian di bank konvensional berasal dari bagian bunga para nasabah sedangkan bank syariah berasal dari bagi hasil antara nasabah dan bank itu sendiri. Bunga pada bank konvensional berasal dari persentase bunga dari tabungan nasabah yang digunakan oleh bank bersama dengan tabungan nasabah-nasabah lainnya adalah riba murni. Maka lebih baik untuk menghindarinya. Firman Allah Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya". (Al Baqarah: 278 -279).
Sedangkan hadiah dari bank syariah berasal dari bagi hasil yang dilaksanakan antara bank dan nasabahnya. Pada dasarnya pemberian hadiah oleh bank syariah diperbolehkan karena tidak mengandung riba dan nasabah tidak dirugikan atas pengadaan hadiah tersebut. Menurut kaidah perbankan syariah, setiap investasi ataupun kegiatan perbankan ataupun keuangan  yang mengandung resiko tinggi  tidak diperkenankan dalam kerangka hukum syariah. Ada perbedaan mendasar antara  judi  dan pemberian hadiah sebagai dasar pemikiran strategi pemberian hadiah pada nasabah. 

Judi
Peserta yang menyetorkan sebagian dari kepemilikannya untuk mendapat gain yang lebih besar. Ada elemen ketidak pastian dan unsur kerugian yang mungkin akan diterima oleh peserta.

Hadiah
Salah satu pihak menyediakan sebagian dari kepemilikannya kepada pihak yang lain. Ini tentu saja, disesuaikan dengan kemampuan pihak tersebut.  Dalam hukum syariah, hadiah bersifat halal diberikan apabila tidak merugikan atau memberi beban pada salah satu pihak.  Hadiah tersebut selayaknya tidak bersifat maysir  yaitu transaksi yang digantungkan pada sesuatu yang keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan. Landasan ini dipetik dari Hadits Nabi Muhammad SAW “saling berhadiahlah kalian dan saling menyayangilah”

Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment