Friday, May 22, 2015

Metode Penetapan Harga Berdasarkan Biaya: Cost-Plus Pricing Method

By
Dalam bentuk paling sederhana, terdapat dua jenis metode penetapan harga berdasarkan biaya, yaitu: 1) cost-plus pricing method dan 2) mark-up pricing method.

Pada artikel ini kita akan membahas metode yang pertama, yaitu cost-plus pricing method, sedangkan metode kedua (mark-up pricing method) akan kita bahas di artikel berikutnya insya’Allah.

(update 25 Mei 2015)
Kita telah menulis artikel tentang metode penetapan harga berdasarkan biaya: mark-up pricing method di sini!

Dalam metode ini, penjual atau produsen menetapkan harga jual untuk satu unit barang yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan suatu jumlah untuk menutup laba yang diinginkan (disebut marjin) pada unit tersebut.

Dalam pengertian yang lebih ringkas bisa dikatakan bahwa cost-plus pricing method adalah metode penetapan harga jual produk dengan cara menambahkan biaya total produksi dengan nilai marjinnya.

Adapun formula dari metode cost-plus pricing method adalah sebagai berikut:

BIAYA TOTAL + MARJIN = HARGA JUAL

Sebagai contoh:
Seorang kontraktor bangunan meghitung-hitung bahwa untuk membangun dan menjual lima buah rumah yang sejenis, akan dikeluarkan sejumlah biaya dengan rincian sebagai berikut:

Biaya material: Rp7.500.000,00
Biaya tenaga kerja: Rp2.500.000,00
Biaya lain (seperti sewa kantor, penyusutan alat-alat, gaji pimpinan, dsb.): Rp4.000.000,00
Sehingga jumlah total biaya adalah Rp14.000.000,00

Apabila ia menghendaki laba sebesar 10% dari biaya total, maka:
Harga jual total = biaya total + laba
= Rp14.000.000,00 + (10% x Rp14.000.000,00)
=Rp15.400.000,00

Metode Penetapan Harga Berdasarkan Biaya: Cost-Plus Pricing Method
Konsumen Melihat Harga Produk via supportbiz.com
Dengan demikian , masing-masing rumah akan dijual seharga Rp3.800.000,00 (Rp15.400.000,00 / 5) dengan laba sebesar Rp280.000,00 (Rp1.400.000,00 / 5). Jika rumah-rumah tersebut tidak semuanya laku, maka ada kemungkinan laba akan turun, atau bahkan menderita kerugian.

Namun perlu diketahui bahwa pada umumnya kontraktor baru melaksanakan pembangunan setelah memperoleh pesanan atau kontrak, jadi barang yang dibuat sebenarnya sudah terjual pada saat kontrak pesanan disetujui.

Sumber referensi:
Basu Swastha. 2002. Azas-azas Marketing. Yogyakarta: Liberty.
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment