Sunday, September 15, 2013

Perbedaan UU No. 20 tahun 2003 dengan UU No. 2 tahun 1989 tentang SISDIKNAS

By
UU No. 20 tahun 2003 dan UU No. 2 tahun 1989 merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU SISDIKNAS yang berlaku saat ini adalah UU No. 20 tahun 2003. Sebelum UU No. 20 tahun 2003 ini dibentuk, Indonesia menggunakan UU No. 2 tahun 1989.

Tentunya pembaca sekalian sudah tidak asing lagi dengan kedua UU SISDIKNAS tersebut. Akan tetapi, apakah para pembaca sudah mengetahui perbedaan mendasar dari kedua UU tersebut??? Saya yakin, tidak semua orang mengetahui perbedaan kedua UU tersebut, atau mungkin tidak mau tahu dengan perbedaan tersebut.

Terdapat beberapa Perbedaan UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 dengan UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989. Misalnya dari jumlah bab dan pasal yang terkandung di dalamnya, UU No. 2 tahun 1989 mempunyai 20 bab dan 59 pasal, sedangkan UU No. 20 tahun 2003 mempunyai 22 bab dan 77 pasal.

Dari contoh tersebut sudah jelas kan, bahwa UU No. 20 tahun 2003 mempunyai jumlah bab dan pasal yang lebih banyak dari  UU No. 2 tahun 1989. Lalu perbedaan apalagi yang ada dalam UU No. 2 tahun 1989 dengan UU No. 20 tahun 2003?? Berikut ini saya sampaikan beberapa perbedaan antara kedua UU SISDIKNAS tersebut dalam sebuah tabel agar mudah untuk dipahami dan dibandingkan.

Tabel Perbedaan UU No. 2 tahun 1989 dengan UU No. 20 tahun 2003
Perihal
UU No. 2 tahun 1989
UU No. 20 tahun 2003
Jumlah bab dan pasal
20 bab dan 59 pasal
22 bab dan 77 pasal
Fungsi pendidikan nasional
Belum ada fungsi untuk membentuk watak (karakter) peserta didik.
Sudah ada fungsi untuk membentuk watak (karakter) peserta didik.
Jalur pendidikan
Hanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah
Ada tiga jalur pendidikan, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Alokasi dana pendidikan
Belum ada aturan alokasi dana pendidikan dari APBN.
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (pasal 49 ayat 1)
Badan hukum pendidikan
Belum ada badan hukum pendidikan.
Sudah ada badan hukum pendidikan, sebagaimana tertuang pada pasal 53 bahwa “penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan
Peran serta masyarakat dalam pendidikan
Hanya sebatas mitra pemerintah (pasal 47 ayat 1) “Masyarakat sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.”
Sudah ada aturan tentang dewan pendidikan dan komite sekolah (pasal 56 ayat 1) “masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.”
Akreditasi
Belum ada aturan
Diatur dalam Bab XVI bagian kedua pasal 60 ayat 1, 2, 3, dan 4.
Sertifikasi
Belum ada aturan
Diatur dalam Bab XVI bagian ketiga pasal 61 ayat 1, 2, 3, dan 4.
Ketentuan pidana
Masih terbatas, hanya mengatur hukum pidana terkait dengan lulusan dan gelar akademik perguruan tinggi (pasal 55 dan 56)
Tidak hanya sebatas gelar akademik dan lulusan perguruan tinggi, tetapi juga menyangkut jiplakan karya ilmiah dan penyelenggara satuan pendidikan (pasal 67 – 71).
Kesetaraan
Belum ada ketentuan kesetaraan antara sekolah dengan madrasah
Madrasah setara dengan sekolah
Pengembangan kurikulum
Belum ada aturan tentang pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum diatur dalam pasal 36 (pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik).
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment