Friday, March 14, 2014

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 1)

By
Pembahasan di artikel ini adalah tentang Surplus Konsumen, Surplus Produsen dan Efisiensi Pasar. Namun, sebelum membahasa konsep tersebut lebih dalam, kita awali dengan membahas konsep equilibrium atau titik keseimbangan antara permintaan dan penawaran terlebih dahulu.

Ada beberapa konsep atau pertanyaan seputar equilibrium tersebut. Konsep da pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
  • Apakah keseimbangan harga dan kuantitas dapat memaksimalkan kesejahteraan konsumen dan produsen? 
  • Keseimbangan pasar mencerminkan bagaimana pasar mengalokasikan sumber daya yang langka 
  • Apakah alokasi pasar yang diharapkan dapat dipenuhi oleh Ekonomi Kesejahteraan (Welfare Economics)?
Pada intinya, pembahasan kali ini akan menjawab pertanyaan dasar tersebut, dan pertanyaan paling mendasarnya yaitu apakah titik keseimbangan (equilibrium) tersebut benar-benar mencerminkan titik kesejahteraan ekonomi yang dialami oleh konsumen dan produsen? Dan apakah titik keseimbangan tersebut adalah suatu keadaan yang diinginkan oleh konsumen dan produsen?

Sehingga, tujuan utama dari artikel ini adalah agar pembaca dapat menjawab pertanyaan dasar tersebut.

Pembahasan dimulai dengan Ekonomi Kesejahteraan (Welfare Economics)
Welfare Economics adalah studi tentang bagaimana alokasi sumber daya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi. Di dalam Welfare Economics, penjual dan pembeli memperoleh keuntungan dari keikutsertaannya dalam pasar tersebut.

Apabila terjadi keseimbangan dalam pasar tersebut, dapat memaksimalkan total kesejahteraan konsumen dan produsen.

Sampai di sini, pertanyaan dasar tersebut sebenarnya sudah terjawab, yaitu bahwa titik keseimbangan (equilibrium) dalam pasar mencerminkan kesejahteraan total konsumen dan produsen, dan memang keadaan inilah yang dikehendaki kedua belah pihak.

Namun, tahukah anda alasan atau penjelasan dari jawaban tersebut?? Mari kita uraikan alasannya di sini.

Surplus yang dialami oleh konsumen dan produsen dapat digunakan sebagai indicator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Surplus Konsumen mengukur kesejahteraan ekonomi dari sisi pembeli, sedangkan Surplus Produsen mengukur kesejahteraan dari sisi penjual.

Sebelum membahas pengertian surplus konsumen, terlebih dahulu perlu diketahui tentang konsep willingness to pay (kesediaan membayar). Willingness to pay adalah jumlah maksimum yang mau dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu barang, dan sekaligus menjadi ukuran seberapa besar pembeli menilai suatu barang.

Consumer Surplus (Surplus Konsumen) adalah kesediaan konsumen membayar dikurangi jumlah yang sebenarnya dibayarkan konsumen.

Contoh:
Dalam sebuah lelang, ditawarkan sebuah sepeda motor merek X. Terdapat sejumlah calon pembeli yang data kesediaan membayarnya sebagai berikut:
Nama
Kesediaan Membayar
Rudi
Rp9.000.000,00
Rifan
Rp7.000.000,00
Fajar
Rp6.000.000,00
Indra
Rp4.000.000,00

Apabila tabel tersebut digambarkan dalam sebuah kurva permintaan adalah sebagai berikut:


Kurva permintaan yang dibuat seperti anak tangga tersebut menggambarkan tingkat kesediaan membayar dari masing-masing calon pembeli. Misalkan harga motornya dipatok 8 juta, maka calon pembeli yang kesediaan membayarnya di bawah harga tersebut (Indra, Fajar dan Rifan) tidak akan bersedia membeli sepeda motor tersebut.

Lain halnya dengan Rudi, yang kesediaan membayarnya 9 juta, karena dengan harga 8 juta, Rudi mendapatkan surplus sebesar (9 juta – 8 juta = 1 juta). Surplus sebesar 1 juta inilah yang dinamakan dengan surplus konsumen.

Artikel ini masih akan berlanjut, yaitu membahas tentang Surplus Produsen dan Efisiensi Pasar. Namun, dalam artikel selanjutnya.

Referensi:
Mankiw, N. Gregory. 2012. Principles of Microeconomics: 6th Edition. South-Western Cengage Learning. (E-Book).
Facebook Twitter Google+

Artikel Terkait:

0 comments:

Post a Comment