Saturday, August 30, 2014

Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning)

By With No comments:
Sistem Belajar Tuntas merupakan suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran kepada kelompok siswa yang besar (pengajaran klasikal), sehingga diberikan perhatian secukupnya pada sejumlah perbedaan yang terdapat diantara siswa, khususnya yang menyangkut kecepatan dalam belajar (rate of progress).

Sistem belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan yang sering melekat pada pengajaran klasikal. Kelemahan tersebut antara lain hanya siswa yang pandai akan mencapai semua tujuan instruksional, sedangkan siswa yang tidak begitu cerdas hanya mencapai sebagian dari semua tujuan instruksional, bahkan mungkin tidak mencapai apa-apa sama sekali.

Melalui sistem belajar tuntas, diusahakan supaya setiap siswa mencapai semua tujuan instruksional, namun kelompok siswa sebagai satuan pun dapat melaju dalam mempelajari materi pelajaran dengan tempo yang layak dan wajar.

Model belajar ini kemudian dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom, menjadi pola atau prosedur pengajaran yang dapat diterapkan dalam memberikan pengajaran kepada satuan kelas. Adapun langkah-langkah operasional yang dapat ditempuh guru dalam menerapkan model belajar tuntas ini adalah sebagai berikut:
  1. Menentukan semua tujuan instruksional yang harus dicapai, baik yang umum maupun khusus
  2. Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajar yang dirangkaikan, yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu
  3. Memberikan pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari
  4. Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pelajaran untuk mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran
  5. Kepada siswa yang belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut, diberikan pertolongan khusus misalnya bantuan dari teman sebagai tutor sebaya, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, dan disuruh mempelajari buku pelajaran yang lain
  6. Setelah hampir semua siswa mencapai tingkat penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit pelajaran berikutnya
  7. Unit pelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri dengan memberikan tes formatif bagi unit pelajaran yang bersangkutan
  8. Setelah sebagian besar dari siswa mencapai tingkat keberhasilan yang dituntut, guru memulai mengajarkan unit pelajaran baru secara bersama-sama
  9. Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai seluruh rangkaian selesai
  10. Setelah seluruh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang mencakup seluruh unit pelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa terhadap semua tujuan unit pengajaran khusus. Hasil pada tes sumatif ini digunakan untuk memberikan nilai dalam buku rapor.

Thursday, August 28, 2014

Tinjauan Tentang Kepemimpinan Situasional

By With No comments:
Pentingnya kemampuan diagnostik bagi seorang pimpinan dalam aktivitas mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya tidak dapat diabaikan. Paul Hersey dan Blanchard dalam Agus Dharma (1990) mengemukakan bahwa:
“Apabila kemampuan dan motif orang-orang yang dibawahinya sangat bervariasi, maka ia harus memiliki kemampuan diagnostik dan kepekaan untuk menginderai berbagai perbedaan itu.”
Dengan kata lain, seorang pimpinan harus memiliki keluwesan dan kemampuan yang diperlukan untuk memvariasikan perilakunya sendiri.

Apabila kebutuhan dan motif bawahannya berbeda-beda, maka mereka harus diperlakukan secara berbeda-beda pula. Oleh karena itu, seorang pimpinan harus mampu mengadaptasi gaya kepemimpinannya sesuai dengan perilaku bawahannya.

Kepemimpinan Situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam Agus Dharma (1990) adalah kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan tingkat kematangan bawahan. Sehingga walaupun terdapat banyak variabel-variabel situasional yang penting lainnya akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah perilaku pemimpin dan bawahannya saja.

Perilaku bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bawahan juga dapat menentukan kekuatan pribadi yang dimiliki pimpinan. Adapun penjelasan masing-masing hubungan dalam kepemimpinan situasional tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perilaku Tugas
Perilaku tugas ini diartikan sebagai tindakan sejauh mana pimpinan memberikan petunjuk dan pengarahan kepada bawahannya, yaitu dengan memberitahukan kepada bawahan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukan, kapan melakukan, siapa yang melakukan dan dimana mereka harus melakukannya. Hal ini berarti bahwa pimpinan menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka.

2. Perilaku Hubungan
Perilaku hubungan merupakan tingkatan sejauh mana pimpinan melakukan hubungan dua arah dengan cara mendengarkan dan memberikan dukungan atas pekerjaan yang dilakukan bawahan. Ini berarti pimpinan secara aktif menyimak dan mendukung upaya bawahannya dalam pelaksanaan pekerjaan mereka.

3. Tingkat Kematangan Bawahan (Pegawai)
Kematangan bawahan merupakan besarnya kemampuan dan kemauan bawahan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan situasional didasarkan pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan tingkat kematangan bawahan. Dengan kemampuan pimpinan dalam mendiagnosis kematangan bawahan diharapkan seorang pimpinan memiliki keluwesan untuk memvariasikan perilakunya sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan situasional adalah suatu sikap seorang pimpinan yang harus memiliki keluwesan dan kemampuan yang diperlukan untuk memvariasikan perilakunya sendiri, yang berdasarkan pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan tingkat kematangan bawahan.

Kepemimpinan Situasional merupakan salah satu sikap pimpinan perusahaan dalam memberikan arahan agar pegawai mampu mewujudkan tujuan perusahaan tersebut. Dalam perusahaan seorang pimpinan harus mempunyai sikap agar target produksi perusahaan tercapai.

Wednesday, August 27, 2014

Peran Pimpinan

By With No comments:
Seseorang yang menduduki jabatan pemimpin memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan akan tetapi juga dalam menghadapi berbagai pihak di luar organisasi.

Menurut Rivai (2004) peran kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin. Menurut Covey dalam Rivai (2004) peran kepemimpinan tersebut terdiri dari:

1. Path Finding (pencarian alur)
Peran untuk menentukan visi dan misi yang pasti.
2. Aknisif (penyelaras)
Peran untuk memastikan bahwa struktur, sistem dan prosesoperasional organisasi memberikan dukungan pada pencapaian visidan misi.
3. Empowering (pemberdaya)
Peran untuk menggerakkan semangat dalam diri orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan kreativitas laten untuk mampu menciptakan, mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati.

Sedangkan Siagian (2002) mengkategorisasikan peranan pemimpin dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Peranan yang Bersifat Interpersonal
Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi seorang pimpinan adalah ketrampilan insani (human skills). Peran “interpersonal” ini terdiri dari tiga bentuk: Pertama, selaku simbol keberadaan organisasi yang dimainkan dalam berbagai kegiatan yang sifatnya legal dan seremonial. Kedua, selaku pimpinan yang bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada para bawahan. Ketiga, peran selaku penghubung dimana seorang pimpinan harus dapat menciptakan jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus kepada mereka yang mampu berbuat sesuatu bagi organisasi dan juga berbagai pihak yang memiliki informasi yang diperlukan oleh organisasi.

2. Peranan yang Bersifat Informasional
Kegiatan organisasi dapat terlaksana dengan efisien dan efektif tanpa dukungan informasi yang mutakhir, lengkap dan dapat dipercaya karena diolah dengan baik. Peran tersebut terdiri tiga bentuk, yaitu: Pertama, seorang pimpinan merupakan pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke dalam organisasi. Kedua, peran sebagai pembagi informasi. Informasi yang diperoleh seorang pimpinan selain berguna dalam fungsi kepemimpinannya juga harus disalurkan kepada pihak lain dalam organisasi. Ketiga, peran selaku juru bicara organisasi. Peran ini menyangkut kemampuan menyalurkan informasi secara tepat kepada berbagai pihak di luar organisasi, terutama menyangkut informasi tentang rencana, kebijaksanaan, tindakan, dan hasil yang telah dicapai oleh organisasi.

3. Peran Pengambilan Keputusan
Peranan ini mengambil empat bentuk:
a. Selaku entrepreneur
Peran ini dimainkan melalui pertemuan-pertemuan yang dimaksudkan untuk merumuskan dan menetapkan strategi yang bermuara pada dirancang dan dimulainya proyek untuk mewujudkannya.

b. Peredam gangguan.
Peran ini antara lain berarti kesediaan memikul tanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif apabila organisasi menghadapi gangguan serius yang apabila tidak ditangani akan berdampak negatif kepada organisasi.

c. Pembagi sumber dana dan daya
Peran ini tampak ketika pimpinan dengan kekuasaan atau kewenangannya mengalokasikan dana dan daya. Termasuk diantaranya wewenang untuk menempatkan orang pada posisi tertentu, wewenang : mempromosikan orang, menurunkan pangkat seseorang dari jabatannya, mengenakan sanksi, dan wewenang mengalokasikan dana termasuk waktu.

d. Perunding bagi organisasi
Pimpinan berperan selaku perunding untuk organisasi dalam berinteraksi dengan berbagai pihak di luar organisasi.

Dari berbagai peran kepemimpinan di atas menunjukkan implikasi bahwa seseorang yang mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan pimpinan dituntut memiliki kemampuan mengenali faktor-faktor yang mendukung keberhasilan organisasi, hambatan-hambatan, peluang dan ancaman yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Kemampuan tersebut akan memungkin seorang pemimpin untuk memainkan dengan baik dan bertanggung jawab.

Tuesday, August 26, 2014

Fungsi Kepemimpinan

By With No comments:
Pada umunya Fungsi Kepemimpinan adalah mengusahakan agar kelompok yang dipimpinnya dapat mewujudkan tujuan dengan baik melalui kerjasama yang produktif dalam segala situasi. Menurut Sondang S. P. Siagian (1999) fungsi-fungsi kepemimpinan meliputi:

1. Pimpinan Sebagai Penentu Arah
Setiap organisasi dibentuk sebagai wahana untuk mencapai tujuan tertentu. Arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Perumus dan penentu strategi dan taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.

2. Pimpinan Sebagai Wakil dan Juru Bicara Organisasi
Kebijaksanaan dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada pihak luar agar pihak tersebut mempunyai pengetahuan yang tepat tentang kehidupan organisasi yang bersangkutan, dan yang paling bertanggung jawab sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak tersebut adalah pimpinan organisasi. Pimpinan perlu mengetahui keputusan lain yang telah dibuat oleh pimpinan yang lebih rendah. Serta pengetahuan tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi sebagai pelaksanaan dari berbagai keputusan yang telah diambil.

3. Pimpinan Sebagai Komunikator yang Efektif
Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui proses komunikasi. Interaksi yang terjadi antara sesama anggota dalam suatu organisasi dimungkinkan karena komunikasi yang efektif. Komunikasi sangat diperlukan pimpinan dalam menyampaikan suatu keputusan dalam rangka pengendalian dan pengawasan, pengerahan bawahan dan menyampaikan informasi kepada pihak lain.

4. Pimpinan Sebagai Mediator
Dalam kehidupan organisasional, selalu ada saja situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun dalam hubungan ke dalam organisasi. Fungsi pimpinan sebagai mediator dalam hal ini difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam organisasi. Timbulnya situasi konflik dalam organisasi merupakan tantangan yang harus dihadapi pimpinan. Untuk mengatasinya secara rasional, objektif, efektif dan tuntas, dituntut kemampuannya berperan sebagai seorang mediator yang handal.


5. Pimpinan Sebagai Integrator
Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana dan tenaga, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan ketrampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan yang berkotak-kotak. Oleh karena itu diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak, yaitu pimpinan. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua orang dan semua satuan kerja yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa keefektivan kepemimpinan dapat disoroti dari segi penyelenggaraan fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat hakiki, yaitu sebagai penentu arah yang hendak ditempuh melalui proses pengambilan keputusan, sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam usaha pemeliharaan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi, sebagai komunikator yang efektif, sebagai mediator yang rasional, objektif dan netral serta sebagai integrator. Dengan fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut, seorang pimpinan dapat menggerakkan, mengarahkan dan mempengaruhi bawahannya.

Referensi:
Sondang P. Siagian. 1999. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumber gambar dari leadership-toolbox.com

Saturday, August 23, 2014

Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat

By With No comments:
Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan. PSH merupakan suatu proses bersinambungan yang berlangsung sepanjang hidup.

Ide tentang pendidikan sepanjang hayat yang hampir tenggelam, dicetuskan 14 abad yang lalu. Kemudian istilah PSH  dibangkitkan kembali oleh Comenius pada abad 16 dan Jhon Dewey 40 tahun yang lalu yaitu tahun 1950-an.

Tokoh pendidikan Jhon Amos Comenius (1592-1671) dalam Umar (1995) menyatakan konsep pendidikan bahwa tujuan pendidikan untuk membuat persiapan yang berguna di akhirat nanti.

Sepanjang hidup manusia merupakan proses penyiapan diri untuk kehidupan akhirat. Dunia ini adalah buku yang paling besar yang paling lengkap yang tidak akan habis dikaji untuk dipahaami dan diambil manfaatnya sepanjang hayat.

Pengertian pendidikan sepanjang hayat menurut Cropley dalam Umar (1995) adalah sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan. Pengorganisasiannya dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentang usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua.

Di Indonesia merespon konsep pendidikan sepanjang hayat ini tertuang dalam ketetpan MPR No. IV/MPR/1973 jo Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional antara lain: Dalam bab IV bagian pendidikan, butir (d) berbunyi:
Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah/keluarga dan masyarakat, karena itu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama anatara keluarga, masyarakat dan pemerintah.