Wednesday, March 26, 2014

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 3)

By With No comments:
Setelah beberapa hari tidak posting yang disebabkan oleh kesibukan (sok sibuk..hehe). Artikel tentang Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar berlanjut ke bagian 3 di postingan ini. Pada bagian 3 ini nanti, kita akan membahas tentang Efisiensi Pasar.

Efisiensi Pasar dapat terjadi apabila alokasi sumber daya di dalam pasar tersebut dapat memaksimalkan total surplus yang diterima oleh semua anggota masyarakat (konsumen dan produsen).

Setelah mengetahui syarat terjadinya Efisiensi Pasar tersebut, sekarang muncul pertanyaan mendasar yang harus dijawab, yaitu “Apakah alokasi sumber daya yang ditentukan oleh pasar bebas adalah yang diinginkan oleh masyarakat?”

Pertanyaan tersebut mengisyaratkan tentang apakah memang benar bahwa pasar yang bebas (tanpa campur tangan pemerintah) dapat memaksimalkan alokasi sumber dayanya untuk memaksimalkan surplus konsumen dan produsen??

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, akan kami tampilkan beberapa rumus dasar yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu sebagi berikut:
Surplus konsumen = Nilai bagi pembeli – Nilai yang dibayar oleh pembeli
Surplus produsen = Nilai yang diterima penjual – Biaya penjual
Total surplus = Surplus konsumen + Surplus produsen
Total surplus = Nilai bagi pembeli – Nilai yang dibayar oleh pembeli + Nilai yang diterima penjual – Biaya penjual
Total surplus = Nilai bagi pembeli – Biaya penjual

Apabila surplus konsumen dan produsen digambarkan dalam sebuah kurva, adalah sebagai berikut:

Efisiensi Pasar

Surplus total (surplus konsumen + surplus produsen) membentuk irisan pada titik keseimbangan. Titik keseimbangan ini terjadi karena ada pertemuan antara permintaan dan penawaran. Dari konsep ini sudah jelas bahwa:
  1. Pasar bebas mengalokasikan penawaran barang untuk pembeli yang menilai paling tinggi yang diukur dari keinginan membayar. 
  2. Pasar bebas mengalokasikan permintaan barang kepada penjual yang dapat memproduksi dengan biaya paling murah.
  3.  Pasar bebas menghasilkan jumlah barang yang memaksimalkan jumlah surplus konsumen dan produsen.
Dengan kata lain, jawaban dari pertanyaan dasar tersebut adalah “YA” pasar yang bebas dapat memaksimalkan surplus konsumen dan produsen.

Monday, March 17, 2014

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 2)

By With No comments:
Artikel ini merupakan kelanjutan artikel sebelumnya “Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 1)”. Kalau di Bagian 1 kita membahas surplus konsumen, di artikel Bagian 2 ini kita akan membahas tentang Surplus Produsen.

Surplus Produsen adalah harga barang yang dijual oleh produsen, dikurangi dengan biaya produksi barang tersebut. Lebih mudahnya, dapat dikatakan bahwa surplus produsen merupakan ukuran keuntungan yang diperoleh oleh produsen dalam menjual produknya.

Contoh:
Misalnya Andi adalah produsen jaket kulit. Dalam memproduksi satu jaket kulit, Andi menghabiskan biaya sebesar Rp800.000,00. Andi menjual jaket kulit tersebut dengan harga Rp900.000,00/jaket.

Dari contoh di atas, dapat kita lihat bahwa:
Biaya produksi satu jaket kulit adalah Rp800.000,00
Harga jual satu jaket kulit adalah Rp900.000,00
Surplus produsen atau keuntungan Andi adalah Rp900.000,00 - Rp800.000,00 = Rp100.000,00

Kita akan menggunakan kurva untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kalau pada surpus konsumen kita menggunakan kurva permintaan, sedangkan dalam surplus produsen kita akan menggunakan kurva penawaran.

Surplus produsen dalam kurva penawaran ditunjukkan pada area dibawah harga barang, dan di atas kurva penawaran. Lebih jelasnya lihat dalam gambar berikut:

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 2)

Area surplus produsen ditunjukkan oleh daerah yang diberi warna ungu. Dari gambar tersebut, dapat diketahui pula dampak dari perubahan harga terhadap surplus produsen. Apabila harga meningkat, maka surplus produsen akan bertambah dan sebaliknya apabila harga menurun, maka surplus produsen akan berkurang.

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut:

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 2)

Apabila terjadi kenaikan harga barang, seorang produsen akan mendapatkan tambahan keuntungan (surplus produsen). Selain itu, akan ada pula produsen baru yang mendapatkan keuntungan (surplus) dari kenaikan harga tersebut.

Referensi:
Mankiw, N. Gregory. 2012. Principles of Microeconomics: 6th Edition. South-Western Cengage Learning. (E-Book).

Friday, March 14, 2014

Konsumen, Produsen dan Efisiensi Pasar (Bagian 1)

By With No comments:
Pembahasan di artikel ini adalah tentang Surplus Konsumen, Surplus Produsen dan Efisiensi Pasar. Namun, sebelum membahasa konsep tersebut lebih dalam, kita awali dengan membahas konsep equilibrium atau titik keseimbangan antara permintaan dan penawaran terlebih dahulu.

Ada beberapa konsep atau pertanyaan seputar equilibrium tersebut. Konsep da pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
  • Apakah keseimbangan harga dan kuantitas dapat memaksimalkan kesejahteraan konsumen dan produsen? 
  • Keseimbangan pasar mencerminkan bagaimana pasar mengalokasikan sumber daya yang langka 
  • Apakah alokasi pasar yang diharapkan dapat dipenuhi oleh Ekonomi Kesejahteraan (Welfare Economics)?
Pada intinya, pembahasan kali ini akan menjawab pertanyaan dasar tersebut, dan pertanyaan paling mendasarnya yaitu apakah titik keseimbangan (equilibrium) tersebut benar-benar mencerminkan titik kesejahteraan ekonomi yang dialami oleh konsumen dan produsen? Dan apakah titik keseimbangan tersebut adalah suatu keadaan yang diinginkan oleh konsumen dan produsen?

Sehingga, tujuan utama dari artikel ini adalah agar pembaca dapat menjawab pertanyaan dasar tersebut.

Pembahasan dimulai dengan Ekonomi Kesejahteraan (Welfare Economics)
Welfare Economics adalah studi tentang bagaimana alokasi sumber daya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi. Di dalam Welfare Economics, penjual dan pembeli memperoleh keuntungan dari keikutsertaannya dalam pasar tersebut.

Apabila terjadi keseimbangan dalam pasar tersebut, dapat memaksimalkan total kesejahteraan konsumen dan produsen.

Sampai di sini, pertanyaan dasar tersebut sebenarnya sudah terjawab, yaitu bahwa titik keseimbangan (equilibrium) dalam pasar mencerminkan kesejahteraan total konsumen dan produsen, dan memang keadaan inilah yang dikehendaki kedua belah pihak.

Namun, tahukah anda alasan atau penjelasan dari jawaban tersebut?? Mari kita uraikan alasannya di sini.

Surplus yang dialami oleh konsumen dan produsen dapat digunakan sebagai indicator untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Surplus Konsumen mengukur kesejahteraan ekonomi dari sisi pembeli, sedangkan Surplus Produsen mengukur kesejahteraan dari sisi penjual.

Sebelum membahas pengertian surplus konsumen, terlebih dahulu perlu diketahui tentang konsep willingness to pay (kesediaan membayar). Willingness to pay adalah jumlah maksimum yang mau dibayar oleh konsumen untuk memperoleh suatu barang, dan sekaligus menjadi ukuran seberapa besar pembeli menilai suatu barang.

Consumer Surplus (Surplus Konsumen) adalah kesediaan konsumen membayar dikurangi jumlah yang sebenarnya dibayarkan konsumen.

Contoh:
Dalam sebuah lelang, ditawarkan sebuah sepeda motor merek X. Terdapat sejumlah calon pembeli yang data kesediaan membayarnya sebagai berikut:
Nama
Kesediaan Membayar
Rudi
Rp9.000.000,00
Rifan
Rp7.000.000,00
Fajar
Rp6.000.000,00
Indra
Rp4.000.000,00

Apabila tabel tersebut digambarkan dalam sebuah kurva permintaan adalah sebagai berikut:


Kurva permintaan yang dibuat seperti anak tangga tersebut menggambarkan tingkat kesediaan membayar dari masing-masing calon pembeli. Misalkan harga motornya dipatok 8 juta, maka calon pembeli yang kesediaan membayarnya di bawah harga tersebut (Indra, Fajar dan Rifan) tidak akan bersedia membeli sepeda motor tersebut.

Lain halnya dengan Rudi, yang kesediaan membayarnya 9 juta, karena dengan harga 8 juta, Rudi mendapatkan surplus sebesar (9 juta – 8 juta = 1 juta). Surplus sebesar 1 juta inilah yang dinamakan dengan surplus konsumen.

Artikel ini masih akan berlanjut, yaitu membahas tentang Surplus Produsen dan Efisiensi Pasar. Namun, dalam artikel selanjutnya.

Referensi:
Mankiw, N. Gregory. 2012. Principles of Microeconomics: 6th Edition. South-Western Cengage Learning. (E-Book).

Pendidikan dan Pelatihan

By With No comments:
Dalam sebuah organisasi maupun perusahaan, pendidikan dan pelatihan merupakan agenda penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan merupakan metode untuk meningkatkan kemampuan seseorang.

Pendidikan dan pelatihan bisa menjembatani jurang antara kekurangan pengetahuan atau keterampilan seseorang dengan kewajibannya untuk menyelesaikan pekerjaan, sebagaimana dijelaskan oleh Silberman (2006: 1)
“…whenever a person’s ability to perform a job is limited by a lack of knowledge or skill, it makes sense to bridge that gap by providing the required instruction.”
Ketika kemampuan seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan dibatasi oleh kekurangan pengetahuan atau keterampilan, training dapat menjembataninya.

Berdasarkan pengalaman pendidikan dan pelatihan yang dilakukan pada Boston Pizza, Seatlle City Light, Starbucks, dan US Airways, Noe (2010: 4) menyimpulkan bahwa “…training can contribute to companies competitiveness”. Pendidikan dan pelatihan berkontribusi pada daya saing perusahaan.

Lebih lanjut Noe (2010: 5) mengemukakan:
“Training refers to a planned effort by a company to falilitate employees learning of job-related competencies.  These competencies include knowledge, skills, or behaviors that are critical for successful job performance.  The goal of training is for employees to master the knowledge, skill, and behaviors emphasized in training programs and to apply them to their day-to-day actities.”

“Pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan upaya perencanaan perusahaan untuk memfasilitasi karyawan untuk belajar tentang kompetensi yang terkait dengan pekerjaannya. Kompetensi ini meliputi pengetahuan, keterampilan, atau tingkah laku yang penting untuk keberhasilan dalam menyelesaikan tugas. Tujuan pendidikan dan pelatihan adalah menguasai pengetahuan, keterampilan dan mengutamakan perubahan tingkah laku dalam program pelatihan dan menerapkannya pada aktivitas sehari-hari.”
Jadi, training dipandang sebagai jalan untuk menciptakan kemampuan intelektual yang meliputi keterampilan dasar (basic skills), keterampilan ahli (advanced skills) dan kemampuan memotivasi diri (self-motivated creativity).

Berdasarkan uraian tentang pendidikan dan pelatihan tersebut, dapat diketahui manfaat pendidikan dan pelatihan bagi sebuah organisasi/perusahaan adalah: (1) meningkatkan produktivitas organisasi; (2) mewujudkan hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) mempercepat proses pengambilan keputusan; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh karyawan dan organisasi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) menyelesaikan konflik secara fungsional.

Sedangkan sasaran yang diharapkan dalam sebuah pendidikan dan pelatihan menurut Wexley & Latham (2002: 4) adalah: (1) mengembangkan tingkat kesadaran diri; (2) meningkatkan keterampilan diri dalam satu atau lebih keahlian khusus; (3) meningkatkan motivasi diri untuk menyelesaikan tugas dengan baik. 

Referensi: 
  • Noe, R. A. (2010). Employee Training and Development, 5th Edition. New York: McGraw-Hill.
  • Wexley, K. N & Latham, G. P. (2002). Developing and Training Human Recourses in Organizations. 3rd edition.  Upper Saddle River: Prentice Hall. 
  • Silberman, M. (2006). Active Training, 3rd Edition. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc.

Tuesday, March 11, 2014

Pengertian dan Karakteristik Bahan Ajar

By With No comments:
Pengertian Bahan Ajar
Menurut National Centre for Competency Based Training (2007), bahan ajar adalah seperangkat bahan tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk melangsungkan proses pembelajaran di kelas (dalam Prastowo, 2012: 16).

Menurut Widodo dan Jasmadi, bahan ajar meruupakan seperangkat sarana yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan penilaiannya yang dirancang secara sistematis dan menarik dalam mencapai ketuntasan kompetensi dalam pembelajaran (dalam Lestari, 2012: 1).

Menurut Lestari (2012: 2), bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang mengacu pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai standart kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian bahan ajar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bahan ajar dapat diistilahkan perangkat mengajar adalah seperangkat bahan yang  digunakan pengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai standart kompetensi dan kompetensi dasar yang ditentukan.

Karakteristik Bahan Ajar
Menururt Widodo dan Jasmadi (dalam Lestari, 2013: 2), bahan ajar memiliki 5 (lima) karakteristik yaitu: 
  1. Self instructional, bahan ajar yang dirancang dapat digunakan secara mandiri oleh siswa di dalam proses pembelajaran; 
  2. Self contained, bahan ajar yang tersaji untuk dipelajari siswa berisi seluruh materi pelajaran dalam satu unit kompetensi dan sub kompetensi; 
  3. Stand alone, bahan ajar tersebut tidak bergantung dengan bahan ajar lain; 
  4. Adaptive, dapat beradaptasi dengan teknologi mutakhir; 
  5. User friendly, memudahkan pengguna dan memberi kesan bersahabat baik secara tampilan maupun fungsi dalam penggunaannya.
Referensi: 
  • Lestari, Ika. 2013. Pengembangan bahan Ajar Berbasis Kompetensi: Sesuai dengan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan. Padang: Akademia Permata. 
  • Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan. Jogjakarta: DIVA Press.

Monday, March 10, 2014

Kecerdasan Intelektual (Inteligensi)

By With No comments:
Kecerdasan Intelektual sering dikenal dengan istilah inteligensi (ingat, bukan intelegensi tetapi inteligensi). Inteligensi adalah kemampuan kognitif yang dimiliki organisme untuk menyesuaikan diri secara efektif pada lingkungan yang kompleks dan selalu berubah serta dipengaruhi oleh faktor genetik (Joseph, 1978).

Raven mendefinisikan inteligensi sebagai kapasitas umum individu yang nampak dalam kemampuan individu untuk menghadapi tuntutan kehidupan secara rasional (Suryabrata, 1998).

Wechsler seorang ilmuwan dari Amerika adalah orang yang membuat test inteligensi WAIS (The Wechsler Adult Intelligence Secale) yang banyak digunakan di seluruh dunia. Wechsler mengemukakan bahwa inteligensi adalah kemampuan global yang dimiliki oleh individu agar bisa bertindak secara terarah dan berpikir secara bermakna serta bisa berinteraksi dengan lingkungan secara efisien (Anastasi, 1997).

Kemampuan intelektual (inteligensi) ini dapat diukur dengan suatu alat tes yang biasa disebut IQ (Intelligence Quotient). IQ (Intelligence Quotient) adalah ekspresi dari tingkat kemampuan individu pada saat tertentu, dalam hubungan dengan norma usia yang ada (Anastasi, 1997).

Wiramiharja (2003) mengemukakan indikator-indikator kecerdasan intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah menyangkut upaya untuk mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauan terhadap prestasi kerja.

Wiramiharja meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes kecerdasan yang diambil dari tes inteligensi yang dikembangkan oleh Peter Lauster, sedangkan pengukuran besarnya kemauan dengan menggunakan alat tes Pauli dari Richard Pauli, khusus menyangkut besarnya penjumlahan.

Wiramiharja menyebutkan tiga indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Kemampuan figur yaitu merupakan pemahaman dan nalar di bidang bentuk. 
  2. Kemampuan verbal yaitu merupakan pemahaman dan nalar di bidang bahasa. 
  3. Pemahaman dan nalar di bidang numerik atau yang berkaitan dengan angka biasa disebut dengan kemampuan numerik.
Penelitian yang dilakukan oleh Wiramihardja ini menunjukkan hasil korelasi positif yang signifikan untuk semua hasil tes dari indikator kecerdasan terhadap prestasi kerja dan variabel kemauaan, baik itu kecerdasan figural, kecerdasan verbal, maupun kecerdasan numerik. Istilah kecerdasan intelektual lebih dikhususkan pada kemampuan kognitif.

Behling (1998) mendefinisikan kemampuan kognisi yang diartikan sama dengan kecerdasan intelektual, yaitu kemampuan yang di dalamnya mencakup belajar dan pemecahan masalah, menggunakan kata- kata dan simbol.

Pengukuran kecerdasan intelektual tidak dapat diukur hanya dengan satu pengukuran tunggal. Para peneliti menemukan bahwa tes untuk mengukur kemampuan kognitif tersebut, yang utama adalah dengan menggunakan tiga pengukuran yaitu kemampuan verbal, kemampuan matematika, dan kemampuan ruang (Miller, 2003).

Pengukuran lain yang termasuk penting seperti kemampuan mekanik, motorik dan kemampuan artistik tidak diukur dengan tes yang sama, melainkan dengan menggunakan alat ukur yang lain. Hal ini berlaku pula dalam pengukuran motivasi, emosi dan sikap (Miller, 2003).

Referensi:
  • Anastasi. A. 1997. Tes Psikologi (Psychological Testing). Alih Bahasa oleh Urbina. Jakarta: Prehanllindo. 
  • Behling, O. 1998. “Employee Selection: Will Intelligence and Conscientiousness Do The Job?”. The Academy of Management Executive. Vol. 3. No.1. hlm. 180- 191. 
  • Joseph, G. 1978. Interpreting Psychological Test Data. New York: VNR. 
  • Moustafa, K,S dan Miller, T.R. 2003. “Too Intelligent For The Job ? The Validity of Upper-Limit Cognitive Ability Test Scores In Selection”. Sam Advanced Management Journal. Vol. 3. No. 2. hlm: 58-68. 
  • Suryabrata, Sumadi. 1998. Pembimbing Ke Psikodiagnostik II. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Saturday, March 8, 2014

Program Percepatan/Akselerasi

By With No comments:
Program Akselerasi sudah banyak diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia. Terutama sekolah-sekolah yang dianggap unggulan. Program ini sebenarnya sesuai dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4, yaitu:
“bahwa warga Negara yang memiliki kercerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Program akselerasi adalah program pelayanan pendidikan peserta didik yang memiliki potensi cerdas istimewa dan/atau berbakat istimewa (CI/BI). Dalam program akselerasi, penyelesaian pendidikan dapat ditempuh dengan jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan program seperti biasanya.

Artinya peserta didik kelompok ini dapat menyelesaikan pendidikan di SD/MI dalam jangka waktu 5 tahun dan di SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu 2 tahun. Apabila dilihat dari sisi waktu, penyelenggaraan kelas akselerasi menguntungkan, siswa yang bakat intelektualnya tinggi dibantu secara khusus, sehingga mereka mendapatkan bantuan pengajaran lebih sesuai bakatnya.

Peserta didik program akselerasi akan dapat cepat lulus, diperkirakan setahun lebih awal dibanding siswa biasa. Kelas program akselerasi ini memang menjanjikan siswa lebih cepat lulus dibandingkan dengan kelas program pada umumnya.

Colangelo dalam Reni Akbar-Hawadi (2008) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery).

Sebagai model pelayanan, pengertian akselerasi termasuk juga taman kanak-kanak atau perguruan tinggi pada usia muda, meloncat kelas, dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas diatasnya. Sementara itu, sebagai model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu.

Dalam hal ini, akselerasi dapat dilakukan dalam kelas reguler, ruang sumber, ataupun kelas khusus dan bentuk akselerasi yang diambil bisa telescoping dan siswa dapat menyelesaikan dua tahun atau lebih kegiatannya menjadi satu tahun atau dengan cara selft-paced studies, yaitu siswa mengatur kecepatan belajarnya sendiri.

Menurut anda, Program Akselerasi ini menguntungkan atau malah merugikan siswa??

Referensi:
Reni Akbar-Hawadi. 2008. Akselerasi (A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual). Jakarta: Grasindo. (http://books.google.co.id).

Friday, March 7, 2014

Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik

By With No comments:
Problema yang mungkin pernah dialami oleh seorang pendidik adalah bagaimana meningkatkan motivasi belajar peserta didiknya. Pertanyaan ini pasti pernah dirasakan di benak seorang pendidik. Lalu bagaimana cara meningkatkan motivasi belajar peserta didik tersebut??

Ada beberapa hal yang dapat diterapkan oleh seorang pendidik (guru maupun dosen) untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didiknya, yaitu sebagai berikut.

1. Memberi Nilai
Nilai yang dimaksud adalah angka sebagai simbol dari hasil aktivitas belajar anak didik yang diberikan sesuai hasil ulangan yang telah mereka peroleh dari hasil penilaian guru yang bisaanya terdapat dalarn buku rapor sesuai jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.

2. Memberi Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada anak didik yang berprestasi yang berupa uang beasiswa, buku tulis, alat tulis atau buku bacaan lainya atau suatu pujian dan sanjungan untuk memotivasi anak didik agar senantiasa mempertahankan prestasi belajar selama berstudi.

3. Kompetisi
Kompetisi adalah persaingan yang digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah belajar, baik dalam bentuk individu maupun kelompok untuk menjadikan proses belajar mengajar yang kondusif.

4. Hukuman
Meskipun hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efektif. Hukuman mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap dan perbuatan anak didik yang dianggap salah dapat berupa sanksi yang diberikan kepada anak didik sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan sehingga anak didik tidak akan mengulangi kesalahan atau dihari kemudian.

Motivasi berfungsi sebagai tenaga penggerak bagi seseorang atau peserta didik yang menimbulkan upaya keras untuk melakukan aktivitas mereka sehingga dapat mencapai tujuan belajar.